Masalah dan Kebijakan Pembangunan
Ekonomi Indonesia dalam Rangka Penguatan
Ekonomi Domestika
Pembangunan Ekonomi Indonesia Tahun 2010
Krisis keuangan global tahun 2008 diduga membawa dampak yang besar dan perubahan signifikan
pada perekonomian global. Perekonomian dunia tahun 2009 kontraksi sebesar 2.2 persen , sehingga
banyak kalangan menyebutnya sebagai penyebab krisis ekonomi global terburuk sejak Perang Dunia
kedua. Walau krisis keuangan tersebut bermula di salah satu negara maju, dampaknya sampai ke
perekonomian di negara berkembang melalui berbagai saluran, antara lain penurunan aliran modal
masuk dan peningkatan suku bunga pinjaman, menipisnya sumber daya pembiayaan pembangunan
dari negara donor, dan penurunan permintaan ekspor.
Dengan kemungkinan adanya pengaruh lanjutan dari krisis, dan di tengah penurunan ketersediaan
sumber dana pembangunan secara global, pemerintah di negara berkembang dihadapkan pada
tantangan untuk mempertahankan belanja yang vital untuk mencegah kemerosotan perekonomian
domestik dan kesejahteraan penduduk yang lebih dalam, seperti pengeluaran untuk jaring pengaman
sosial, pembangunan sumber daya manusia, dan infrastruktur. Krisis ditengarai memiliki implikasi
jangka panjang di negara berkembang. Tanpa strategi dan penanganan yang baik, Bank Dunia
menduga krisis meningkatkan jumlah penduduk miskin dunia sampai 200 juta.
Ketahanan ekonomi domestik (resilience) dianggap merupakan faktor penting yang menyebabkan
perbedaan skala dampak krisis global di negara berkembang. Isyu ini juga sempat hangat dibicarakan
di Indonesia, namun nampaknya belum pemah dibahas secara lebih mendalam. Apa yang sebenarnya
dimaksud dengan ketahanan ekonomi domestik? Ada pihak yang mengaitkannya dengan tingkat
external trade exposure, di mana negara (atau sektor produksi) yang mengandalkan pertumbuhannya
pada ekspor cenderung mengalami dampak krisis global yang lebih parah dibandingkan dengan
negara (atau sektor produksi) yang cenderung berorientasi pasar dalam negeri. Namun kondisi ini
menuntut pasar dalam negeri untuk memiliki daya beli dalam waktu yang cukup lama, suatu hal yang
mungkin tidak dapat dipenuhi karena krisis global juga memiliki pengaruh pada daya beli di pasar
domestik.
Selain itu, pembahasan ketahanan ekonomi Indonesia sering dikaitkan dengan data makroekonomi
yang menunjukkan gejala pemulihan. Namun beberapa studi lainnya mengenai dampak krisis di
Indonesia menangkap adanya gejala pengurangan lapangan kerja, peningkatan kegiatan ekonomi
informal, perlambatan kegiatan produksi, penurunan ekspor, dan penurunan kesejahteraan rumah
tangga dan perorangan. Cakupan pandangan terhadap ketahanan ekonomi domestik dengan demikian
tidak hanya terbatas pada aspek makroekonomi tetapi juga mikroekonomi.
Jumat, 11 Februari 2011
APBN 2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Umum
Sebagaimana layaknya setiap bangsa, bangsa ini punya cita-cita. Cita-cita untuk menjadi
negeri yang sejahtera, demokratis, dan adil. Indonesia adalah negeri yang sedang
bertransformasi dari sistem politik yang authoritarian menjadi sebuah negara yang
demokratis, dari negara yang porak-poranda karena korupsi menjadi negara dengan tata
kelola pemerintahan yang lebih bersih. Indonesia berada dalam sebuah perjalanan, dimana
institusi dan kehidupan berbangsa mulai ditata kembali. Kita mengenal penataan kembali
ini dengan nama reformasi. Yang paling sulit di dalam sebuah proses reformasi adalah
memenangkan dukungan agar proses perubahan tersebut dapat terus terjadi. Dilema dari
sebuah reformasi terjadi karena manfaatnya baru akan dirasakan di dalam jangka yang
relatif panjang, sedangkan perubahan yang dimunculkan kerap menuntut kita untuk
memberikan pengorbanan dalam jangka pendek. Karena itu, kerap kali kita tidak sabar di
dalam proses ini. Kita kerap memiliki ekspektasi yang tinggi bahwa perbaikan akan tiba
seketika. Padahal sejarah mengajarkan bahwa perbaikan adalah sebuah proses.
Jika kita menoleh ke belakang untuk melihat perjalanan bangsa Indonesia, mungkin kita
masih ingat bahwa lebih dari sepuluh tahun yang lalu ada semacam rasa pesimisme, apakah
Indonesia akan mampu melalui proses transisi ini dengan baik. Saat itu, ada kekuatiran
bahwa proses transisi ini akan sangat sulit karena heterogenitas dan kompleksitas persoalan.
Hal tersebut tak sepenuhnya salah. Karena proses ini berjalan tidak mudah, ada pasang
naik dan surut di sana. Belum lagi kita selesai dengan konsolidasi demokrasi dan penguatan
lembaga publik secara internal, berbagai peristiwa global juga mempengaruhi kita. Tak bisa
dihindarkan, dalam dunia yang semakin terintegrasi dengan globalisasi, Indonesia tak bisa
lepas dari perkembangan situasi dunia. Meroketnya harga minyak, kenaikan harga pangan,
dan krisis keuangan global yang dipicu oleh kasus sub-prime mortgage di Amerika Serikat
dan Eropa mempengaruhi upaya-upaya pemulihan ekonomi kita. Dari segi kelembagaan,
kita juga mencatat bahwa upaya membangun Indonesia harus dimulai dari sebuah kondisi
institusi yang tak sepenuhnya berfungsi, dimana korupsi begitu kronis, penegakan hukum
begitu lemah, dan birokrasi kerap menjadi penghambat.
Lima tahun yang lalu, dengan latar belakang Indonesia yang seperti ini, Pemerintah mulai
membangun kembali Indonesia yang meliputi pembangunan di segala bidang, antara lain
ekonomi, sosial, politik, budaya, hukum, lingkungan, dan keamanan. Visi dari pembangunan
lima tahun lalu adalah Indonesia yang damai, Indonesia yang adil, Indonesia yang
demokratis, dan Indonesia yang sejahtera.
Hasilnya telah kita lihat di dalam lima tahun terakhir ini. Walau di tengah berbagai tekanan
persoalan, baik yang terjadi di luar kuasa kita —seperti meroketnya harga minyak,
meningkatnya harga pangan dunia, dan bencana alam— maupun konsolidasi internal —
seperti penataan kembali institusi dasar, dan konsolidasi demokrasi—pertumbuhan ekonomi
dalam periode 2004–2008 mencapai rata-rata sekitar 5,7 persen. Ini adalah pertumbuhan
ekonomi yang tertinggi semenjak krisis ekonomi tahun 1998.
Di tengah membaiknya ekonomi domestik, pada tahun 2008 kita dihadapkan kepada berbagai
persoalan eksternal yang sedikit banyak mempengaruhi percepatan perbaikan perekonomian
Indonesia. Gejolak sub-prime mortgage di Amerika Serikat telah membawa dampak kepada
melambatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang pada gilirannya membawa
dampak kepada perlambatan ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Triwulan pertama tahun
2009, ditandai dengan pertumbuhan negatif di berbagai negara di belahan dunia. Penurunan
ekonomi terjadi secara tajam sejak triwulan ketiga tahun 2008, dan semakin memburuk
pada triwulan keempat 2008 dan triwulan pertama pada tahun 2009. Di tengah situasi
kontraksi ekonomi dunia yang tajam ini, Indonesia masih dapat tumbuh 4,4 persen, dan
bersama China, India, dan Vietnam masih mampu mencetak pertumbuhan ekonomi yang
positif.
Walaupun pertumbuhan ekonomi dunia mengalami kontraksi yang dalam di triwulan
pertama tahun 2009, tetapi gejala perbaikan ekonomi global mulai terlihat. Hal ini tercermin
misalnya, dari mulai membaiknya pasar modal di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Perbaikan ini terjadi jauh lebih cepat dibandingkan perkiraan banyak pihak. Fundamental
ekonomi di negara maju sebenarnya tak banyak mengalami perubahan signifikan. Namun,
antisipasi kebijakan yang dilakukan, baik counter cyclical policy maupun kerjasama
internasional melalui G-20 yang sepakat untuk menggelontorkan US$5,0 triliun untuk
perbaikan ekonomi dunia telah menimbulkan ekspektasi positif. Konsisten dengan hal itu,
harga minyak terlihat mulai mengalami kenaikan.
Optimisme yang muncul di dalam perekonomian global, sedikit banyak juga tercermin di
dalam perekonomian domestik. Sejalan dengan melemahnya dolar Amerika Serikat terhadap
berbagai mata uang, rupiah juga mengalami apresiasi. Apresiasi mata uang rupiah juga
membawa dampak positif kepada perkembangan pasar keuangan. Kita mulai melihat bahwa
arus investasi asing sudah mulai masuk ke dalam SBI, saham, dan obligasi Pemerintah.
Masuknya arus investasi portofolio, termasuk ke dalam pasar modal akan membuat nilai
tukar rupiah menguat lebih tajam lagi. Namun, sikap kehati-hatian tetap harus dilakukan.
Perkembangan ekonomi dunia belum sepenuhnya pulih, fluktuasi masih terjadi. Terlalu
dini untuk menyimpulkan bahwa ekonomi dunia telah pulih dan krisis telah berakhir. Karena
itu, Pemerintah dan Bank Indonesia tetap waspada untuk menghadapi gejolak perekonomian
global.
Penguatan rupiah membawa dampak positif kepada pengendalian inflasi. Di sisi lain, masih
relatif lemahnya harga komoditi juga membuat inflasi relatif terkendali. Harga komoditi
sudah mulai meningkat bila dibandingkan dengan harga komoditi pada bulan Desember
2008, tetapi masih relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga di bulan Juli 2008.
Dengan kondisi seperti ini maka tekanan inflasi tampaknya masih akan dapat dikendalikan
pada angka 4,5 persen. Inflasi year on year sampai dengan bulan September 2009 adalah
2,83 persen, sedangkan inflasi year to date adalah 2,28 persen. Dalam bulan September
2009, inflasi bulanan (month on month) tercatat sebesar 0,11 persen yang menunjukkan
tekanan inflasi yang relatif rendah. Dengan kondisi inflasi yang terkendali, Bank Indonesia
pada awal September 2009 telah menurunkan BI rate hingga berada di level 6,50 persen.
Dalam hal pertumbuhan ekonomi, dari sisi pengeluaran domestik terlihat bahwa konsumsi
rumah tangga dan Pemerintah merupakan faktor pendorong perekonomian. Dengan pangsa
permintaan domestik yang cukup besar, ekonomi Indonesia relatif mampu bertahan dari
gejolak krisis. Meskipun demikian kita harus mengakui bahwa ekspor mengalami penurunan
Pendahuluan Bab I
Nota Keuangan dan APBN 2010 I-3
cukup signifikan. Penurunan ekspor juga diikuti oleh penurunan impor yang mengakibatkan
melemahnya pertumbuhan investasi. Berbagai antisipasi yang dilakukan Pemerintah dan
Bank Indonesia untuk menjaga kepercayaan, menjaga stabilitas sektor keuangan dan
mengeluarkan berbagai kebijakan fiskal untuk meminimalisir dampak krisis global,
tampaknya cukup memberikan hasil. Seperti disebutkan di atas, Indonesia bersama India,
China, dan Vietnam adalah negara di dunia yang mampu mencetak pertumbuhan positif di
tengah pertumbuhan ekonomi negatif yang terjadi di hampir semua negara di belahan bumi.
Dengan melihat perkembangan terakhir di paruh pertama pertama 2009, dan melihat relatif
terkendalinya inflasi, serta dampak berbagai kebijakan yang dilakukan Pemerintah untuk
mengantisipasi dampak krisis global, maka pertumbuhan PDB hingga akhir tahun 2009
diperkirakan mencapai 4,3 persen.
1.2 Prioritas RKP 2010
Di tengah berbagai tantangan eksternal dan konsolidasi internal serta transisi demokrasi,
pembangunan ekonomi mulai menampakkan hasil. Pertumbuhan ekonomi dalam periode
2004–2008 yang mendekati rata-rata 6,0 persen juga diikuti oleh menurunnya rasio utang
terhadap PDB dari 57,0 persen tahun 2004 menjadi 32,0 persen tahun 2008. Tingkat
pengangguran terbuka juga menurun dari 9,86 persen di tahun 2004 menjadi 7,9 persen di
tahun 2009. Demikan juga tingkat kemiskinan berdasarkan garis kemiskinan yang dihitung
BPS telah menurun dari 16,7 persen (36,1 juta orang) pada tahun 2004 menjadi 14,2 persen
(atau 32,5 juta orang) pada Maret 2009. Dengan demikian, tantangan ke depan tidaklah
semakin ringan. Pemerintah terus berupaya untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi,
menciptakan lapangan kerja, dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Karena itu, prinsip
kehati-hatian dan upaya untuk menjaga stabilitas ekonomi makro, melakukan akselarasi
pertumbuhan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan, serta upaya perluasan lapangan
kerja harus mendapatkan prioritas.
Untuk itu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004–
2009, telah ditetapkan 3 (tiga) agenda pembangunan nasional, yang merupakan arah kebijakan
pembangunan jangka menengah, yaitu: (1) menciptakan Indonesia yang aman dan damai;
(2) menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis; serta (3) meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Ketiga agenda pembangunan tersebut merupakan pilar pokok untuk
mencapai tujuan pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
Keberhasilan pelaksanaan satu agenda erat kaitannya dengan kemajuan pelaksanaan agenda
lainnya, yang dalam pelaksanaan tahunan dirinci ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
RKP tahun 2005, yang merupakan tahun pertama pelaksanaan pembangunan setelah
berakhirnya Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000–2004, disusun
berdasarkan Rencana Pembangunan Nasional (Repenas) Transisi yang dimaksudkan untuk
mengisi kekosongan perencanaan pembangunan nasional tahun 2005, yang selanjutnya menjadi
acuan dalam penyusunan RAPBN 2005. Dalam RKP tahun 2006, tema pembangunan yang
ditetapkan adalah “Reformasi menyeluruh untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
berlandaskan Indonesia lebih aman, damai dan demokratis”. Sementara itu, untuk RKP tahun
2007, tema yang ditetapkan adalah “Meningkatkan kesempatan kerja dan menanggulangi
kemiskinan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat”. Untuk RKP 2008, tema yang ditetapkan
adalah “Percepatan pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran”.
Sedangkan untuk tahun 2009, sebagai tahun terakhir dari pelaksanaan RPJMN Tahun 2004–
Bab I
I-4 Nota Keuangan dan APBN 2010
Pendahuluan
2009, tema yang ditetapkan adalah “Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Dan Pengurangan
Kemiskinan”.
Untuk tahun 2010, karena tahun tersebut merupakan tahun pertama pemerintahan dari
Pemerintah hasil Pemilu tahun 2009, maka RPJMN untuk periode pemerintahan tersebut
belum disusun. Namun ke depan, dapat diidentifikasikan ada lima agenda besar yang perlu
dilaksanakan. Pertama, peningkatan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Kedua,
pembangunan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Ketiga, penguatan demokrasi dan
penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia. Keempat, penegakan hukum dan
pemberantasan korupsi. Kelima, pembangunan yang makin adil dan merata di seluruh tanah
air.
Dalam kaitan pelaksanaan agenda-agenda di atas, dapat diidentifikasikan lima belas prioritas
kegiatan/program sebagai berikut:
Pertama, pertumbuhan ekonomi akan terus ditingkatkan, mencapai minimal 7 persen
sehingga kesejahteraan rakyat juga lebih meningkat, termasuk untuk mencukupi kebutuhan
hidup mereka.
Kedua, jumlah persentase penduduk miskin akan diusahakan untuk turun menjadi 8–10
persen dengan peningkatan pembangunan pertanian, pembangunan pedesaan, dan programprogram
pro-rakyat.
Ketiga, pengangguran akan dikurangi menjadi 5–6 persen dengan penciptaan lapangan
pekerjaan dan peningkatan modal usaha melalui Kredit Usaha Rakyat, dan peningkatan
modal usaha bagi yang akan berwirausaha.
Keempat, upaya perbaikan dalam bidang pendidikan, baik peningkatan mutu, infrastruktur,
kesejahteraan guru dan dosen, serta peningkatan anggaran yang lebih adil antara pendidikan
negeri dan pendidikan swasta, antara pendidikan umum dan pendidikan agama, termasuk
peningkatan anggaran pondok-pondok pesantren di seluruh Indonesia, dan pendidikan gratis
untuk siswa miskin.
Kelima, perbaikan kesehatan masyarakat dengan peningkatan pemberantasan penyakit
menular, termasuk melanjutkan kebijakan berobat gratis bagi masyarakat yang kurang
mampu.
Keenam, peningkatan ketahanan pangan. Tahun ini Indonesia memang telah berhasil
berswasembada beras, jagung, gula dan kopi. Ke depan, kita menuju swasembada daging
sapi dan kedelai. Jaringan irigasi, benih, dan pupuk akan kita tingkatkan secara signifikan
agar pertanian kita makin maju.
Ketujuh, peningkatan ketahanan energi dengan penambahan daya listrik berskala besar
secara nasional, termasuk kecukupan BBM dan sumber-sumber energi alternatif.
Kedelapan, peningkatan pembangunan infrastruktur, termasuk mega proyek-mega proyek
infrastruktur di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Jawa, dan tempat-tempat lain
baik infrastruktur perhubungan, pekerjaan umum, air minum dan air bersih, energi, dan
teknologi informasi, maupun pertanian.
Kesembilan, Pemerintah akan meningkatkan pembangunan perumahan rakyat, termasuk
proyek-proyek rumah susun sederhana bagi pegawai, kaum buruh, TNI dan Polri, maupun
masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Pendahuluan Bab I
Nota Keuangan dan APBN 2010 I-5
Kesepuluh, peningkatan pemeliharaan lingkungan secara serius, termasuk penghijauan,
penghutanan kembali, dan mengatasi bencana banjir di seluruh Indonesia.
Kesebelas, peningkatan kemampuan pertahanan dan keamanan terus ditingkatkan,
termasuk pengadaan dan modernisasi alat utama sistem persenjataan, baik TNI maupun
Polri.
Keduabelas, peningkatan dan perluasan reformasi birokrasi dan pemberantasan KKN dengan
prioritas pencegahan korupsi dan peningkatan pelayanan kepada rakyat, termasuk dunia
usaha.
Ketigabelas, otonomi daerah dan pemerataan pembangunan lebih ditingkatkan dengan
desentralisasi fiskal yang lebih adil, serta penataan keuangan daerah yang lebih baik.
Keempatbelas, demokrasi dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia akan makin
dikembangkan. Pemerintah bertekad agar pelanggaran-pelanggaran HAM berat di negeri
ini tidak terulang lagi.
Kelimabelas, peran internasional Indonesia makin ditingkatkan sehingga bangsa Indonesia
bisa berbuat lebih banyak lagi untuk perdamaian dunia, keadilan dunia, dan kemakmuran
umat manusia di dunia.
Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, dan juga dengan menggunakan arah
pembangunan jangka menengah ke-2 (RPJMN ke-2) dari Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025, maka RKP 2010 disusun dengan tujuan untuk lebih
memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan pada
peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu
dan teknologi, peningkatan daya saing perekonomian, serta visi-misi, agenda dan prioritas
pembangunan. Sehubungan dengan itu, untuk menjaga kesinambungan pembangunan,
dalam pasal 5 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005–2025 diatur bahwa
penyusunan RKP untuk tahun pertama pemerintahan Presiden berikutnya ditugaskan pada
Presiden yang sedang memerintah dengan tetap mempertimbangkan kemajuan yang dicapai
dalam tahun 2008 dan perkiraan tahun 2009, serta tantangan yang diperkirakan akan
dihadapi dalam tahun 2010. Dalam tahun 2010, tema RKP yang ditetapkan adalah
“Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat”.
Selanjutnya, dalam melaksanakan pembangunan tersebut, ditetapkan 7 (tujuh) prinsip
pengarusutamaan sebagai landasan operasional yang harus dipedomani oleh seluruh
aparatur negara, yaitu: (1) Pengarusutamaan partisipasi masyarakat; (2) Pengarusutamaan
pembangunan berkelanjutan; (3) Pengarusutamaan gender; (4) Pengarusutamaan tata
pengelolaan yang baik (good governance); (5) Pengarusutamaan pengurangan kesenjangan
antarwilayah dan percepatan pembangunan daerah tertinggal; (6) Pengarusutamaan
desentralisasi dan otonomi daerah; dan (7) Pengarusutamaan padat karya. Sejalan dengan
itu, pelaksanaan pembangunan nasional dalam tahun 2010 memprioritaskan upaya-upaya:
(1) Pemeliharaan kesejahteraan rakyat, serta penataan kelembagaan dan pelaksanaan sistem
perlindungan sosial; (2) Peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia;
(3) Pemantapan reformasi birokrasi dan hukum, serta pemantapan demokrasi dan
keamanan nasional; (4) Pemulihan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian,
infrastruktur, dan energi; dan (5) Peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya alam dan kapasitas penanganan perubahan iklim.
Dengan tema dan prioritas pembangunan nasional tersebut, kebijakan alokasi anggaran
belanja Pemerintah pusat pada tahun 201o diarahkan terutama untuk mendukung kegiatan
ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan (pro growth), menciptakan dan memperluas
lapangan pekerjaan (pro employment), serta mengurangi kemiskinan (pro poor). Ketiga
prioritas pembangunan nasional tersebut kemudian dicerminkan di dalam arah dan postur RAPBN 2010.
1.3 Peran Strategis Kebijakan Fiskal
Salah satu perangkat yang dapat digunakan oleh Pemerintah untuk mencapai sasaran
pembangunan adalah kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal mempunyai tiga fungsi utama, yaitu
fungsi alokasi anggaran untuk tujuan pembangunan, fungsi distribusi pendapatan dan subsidi
dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, dan juga fungsi stabilisasi ekonomi makro
di dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dalam kondisi perekonomian yang
lesu, pengeluaran Pemerintah yang bersifat autonomous, khususnya belanja barang dan
jasa serta belanja modal, dapat memberi stimulasi kepada perekonomian untuk bertumbuh.
Sebaliknya dalam kondisi ekonomi yang memanas akibat terlalu tingginya permintaan
agregat, kebijakan fiskal dapat berperan melalui kebijakan yang kontraktif untuk
menyeimbangkan kondisi permintaan dan penyediaan sumber-sumber perekonomian. Itu
sebabnya kebijakan fiskal memiliki fungsi strategis di dalam mempengaruhi perekonomian
dan mencapai sasaran pembangunan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal
untuk mengarahkan perekonomian nasional. Dampak APBN terhadap sektor riil dapat dilihat
sebagai berikut:
1. Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) dalam APBN 2010 mencapai Rp153,6 triliun
atau sekitar 2,6 persen terhadap PDB. Sumber utama PMTB dalam tahun 2010 berasal
dari belanja modal Pemerintah pusat. Belanja Pemerintah, terutama belanja modal akan
dipertahankan sejalan dengan upaya Pemerintah untuk menjaga stimulasi perekonomian
secara terukur dalam rangka mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi
2010.
2. Komponen konsumsi Pemerintah dalam APBN 2010 diperkirakan mencapai
Rp525,4 triliun atau sekitar 8,8 persen terhadap PDB.
3. Transaksi keuangan Pemerintah dalam APBN Tahun 2010 secara total diperkirakan
berdampak ekspansi, yaitu sebesar Rp142,8 triliun atau sekitar 2,2 persen terhadap PDB.
Hal ini berarti lebih rendah apabila dibandingkan dengan APBN-P 2009 sebesar
Rp119,8 triliun (2,2 persen terhadap PDB).
Perlu dicatat, seperti juga yang terjadi di negara-negara lain, dewasa ini kebijakan fiskal
masih sangat penting, tetapi perannya sebagai sumber pertumbuhan (source of growth)
cenderung berkurang bila dibandingkan dengan peran sektor swasta yang memang
diharapkan akan semakin meningkat. Dewasa ini dan di masa depan, peran Pemerintah
lebih difokuskan sebagai regulator.
Peran lain yang juga amat penting dari kebijakan fiskal adalah peran redistribusi dan alokasi
anggaran Pemerintah dalam upaya penanggulangan kemiskinan dan peningkatan
kesejahteraan rakyat. Dalam konteks ini, kebijakan fiskal dapat dipergunakan untuk mempengaruhi sektor-sektor ekonomi atau kegiatan tertentu, untuk menyeimbangkan
pertumbuhan pendapatan antarsektor ekonomi, antardaerah, atau antargolongan
pendapatan. Peran kebijakan fiskal juga menjadi penting di dalam menanggulangi dampak
yang ditimbulkan oleh bencana alam, wabah penyakit, dan konflik sosial.
Di dalam peran strategis kebijakan fiskal, hal lain yang tak boleh dilupakan adalah proses
politik anggaran yang terdiri dari perencanaan, implementasi dan pertanggungjawaban
kebijakan fiskal. Hal ini menjadi penting mengingat Indonesia adalah negara yang sedang
dalam transisi menuju demokratisasi. Implikasinya kebijakan fiskal direncanakan, ditetapkan
dan dilaksanakan melalui proses yang transparan dan prosedur yang relatif panjang, dan
harus melibatkan peran dan persetujuan berbagai pihak. Ini adalah konsekuensi logis dari
peningkatan transparansi, demokratisasi, dan keterlibatan seluruh elemen masyarakat dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, kunci keberhasilan kebijakan fiskal
akan sangat terletak pada pemahaman bersama akan pentingnya perencanaan yang baik,
pelaksanaan yang efektif, dan pertanggungjawaban kebijakan fiskal yang akuntabel dari
seluruh aparat yang terkait dan masyarakat sebagai penerima manfaat kebijakan fiskal.
1.4 Dasar Hukum Penyusunan NK dan APBN
Penyusunan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) didasarkan pada ketentuan
pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diubah menjadi pasal 23 ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) UUD 1945 amendemen keempat yang berbunyi: “(1) Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan
setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung
jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; (2) Rancangan undang-undang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama
Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Daerah; (3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu”. Penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2010 ini, merupakan perwujudan dari pelaksanaan
amanat pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945 amendemen keempat tersebut.
Penyusunan APBN 2010 mengacu pada ketentuan yang tertuang dalam Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dengan berpedoman kepada Rencana
Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2010, Kerangka Ekonomi Makro, dan Pokok-pokok Kebijakan
Fiskal tahun 2010 sebagaimana telah disepakati dalam pembicaraan pendahuluan antara
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tanggal 17 Juni 2009 yang
lalu.
Selanjutnya, siklus dan mekanisme APBN meliputi: (a) tahap penyusunan RAPBN oleh
Pemerintah; (b) tahap pembahasan dan penetapan RAPBN dan RUU APBN menjadi APBN
dan UU APBN dengan Dewan Perwakilan Rakyat; (c) tahap pelaksanaan APBN; (d) tahap
pemeriksaan atas pelaksanaan APBN oleh instansi yang berwenang antara lain Badan
Pemeriksa Keuangan; dan (e) tahap pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Siklus APBN
2010 akan berakhir pada saat Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) disahkan oleh
DPR pada 6 bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. 1.5 Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2010
Perhitungan besaran-besaran APBN 2010 dihitung berdasarkan asumsi dasar ekonomi
makro yang diprakirakan akan terjadi pada tahun tersebut. Asumsi-asumsi dasar ekonomi
makro dalam tahun 2009 dan 2010 dan besarannya tersebut dapat dilihat dalam Tabel I.1
berikut:
Tabel I.1 menunjukkan:
1. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan sebesar 5,5 persen. Sumber pertumbuhan
ekonomi akan berasal dari permintaan domestik dan membaiknya sisi penawaran. Selain
melalui perbaikan kesejahteraan PNS, TNI/Polri, dan Pensiunan melalui kenaikan gaji,
pertumbuhan ekonomi 2010 juga akan didorong melalui stimulus fiskal guna
meningkatkan lapangan kerja melalui infrastruktur dasar, perlindungan sosial rakyat
miskin, dan proyek-proyek padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja. Ekspor
diperkirakan masih akan relatif lambat, tetapi membaik bila dibandingkan dengan
tahun 2009 karena perekonomian dunia yang diperkirakan mulai mengalami sedikit
perbaikan. Dari sisi penawaran agregat, pertumbuhan ekonomi akan sangat dipengaruhi
oleh berbagai upaya pembenahan di sektor riil, kemajuan dalam pembangunan
infrastruktur;
2. Seiring dengan meningkatnya permintaan domestik akibat pemulihan ekonomi dan
mulai meningkatnya harga komoditi, tingkat inflasi tahun 2010 diperkirakan akan lebih
tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2009 yang mencapai sebesar 5,0 persen.
Koordinasi yang baik dan harmonisasi kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah
akan menjadikan sasaran inflasi lebih kredibel. Di samping kehati-hatian Bank Indonesia
dalam menjalankan kebijakan moneternya serta kestabilan nilai tukar rupiah, kegiatan
perekonomian yang semakin meningkat diperkirakan masih dapat diimbangi dari sisi
produksi seiring dengan membaiknya investasi. Akibatnya, tekanan harga dari sisi
permintaan dan penawaran tidak memberikan tekanan terhadap harga barang-barang
secara keseluruhan. Fluktuasi harga di pasar komoditi internasional serta tingginya
harga minyak mentah dunia memang diperkirakan akan tetap memberikan tekanan
2010
APBN APBN-P APBN
1. Pertumbuhan Ekonomi (%) 6,0 4,3 5,5
2. Inflasi (%) 6,2 4,5 5,0
3. Nilai Tukar (Rp/US$) 9.400 10.500 10.000
4. Suku Bunga SBI-3 Bulan (%) 7,5 7,5 6,5
5. Harga Minyak (US$/barel) 80,0 61,0 65,0
6. Lifting Minyak (juta barel/hari) 0,960 0 ,960 0,965
Sumber: Departemen Keuangan
terhadap inflasi dalam negeri. Namun, Pemerintah akan selalu dan terus melakukan
langkah-langkah evaluasi kebijakan fiskal agar berjalan secara harmonis dengan
kebijakan moneter. Dari sisi penawaran, Pemerintah akan menjaga ketersediaan pasokan
terutama produk-produk yang memiliki peranan penting dalam mempengaruhi
pergerakan inflasi, seperti beras dan bahan bakar minyak;
3. Rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diperkirakan sebesar
Rp10.000/US$. Dari sisi fundamental, Neraca Pembayaran Indonesia akan tetap
mencatat surplus yang berpotensi meningkatkan cadangan devisa. Cadangan devisa
yang meningkat berpengaruh positif terhadap pergerakan nilai tukar rupiah;
4. Sejalan dengan inflasi yang terkendali dan nilai tukar yang stabil, maka ada ruang
untuk menurunkan tingkat bunga ke tingkat yang lebih rendah secara bertahap dan
hati-hati. Rata-rata suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan sebesar 6,5 persen;
5. Rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) di pasar internasional diperkirakan
mencapai sebesar US$65 per barel;
6. Dalam tahun 2010, lifting minyak mentah Indonesia diperkirakan meningkat menjadi
0,965 juta barel per hari.
1.6 Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal
Sejalan dengan tema pembangunan nasional yaitu “Pemulihan Perekonomian Nasional
dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat”, kebijakan alokasi anggaran belanja
Pemerintah pusat dalam tahun 2010 diarahkan kepada upaya mendukung kegiatan ekonomi
nasional dalam memulihkan perekonomian, menciptakan dan memperluas lapangan kerja,
meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, dan mengurangi kemiskinan. Di
samping itu, kebijakan alokasi anggaran akan tetap diarahkan untuk menjaga stabilitas
nasional, kelancaran kegiatan penyelenggaraan operasional pemerintahan dan peningkatan
kualitas pelayanan kepada masyarakat. Alokasi anggaran dalam tahun 2010 diprioritaskan
pada: (1) meneruskan/meningkatkan seluruh program kesejahteraan rakyat (PNPM, BOS,
Jamkesmas, Raskin, PKH dan berbagai subsidi lainnya); (2) melanjutkan program stimulus
fiskal, melalui pembangunan infrastruktur, pertanian dan energi, serta proyek padat karya;
(3) mendorong pemulihan dunia usaha, termasuk melalui pemberian insentif perpajakan
dan bea masuk; (4) meneruskan reformasi birokrasi; (5) memperbaiki Alutsista; serta
(6) menjaga anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN.
Berdasarkan arah dan strategi kebijakan fiskal di atas, maka postur APBN 2010 akan meliputi
pokok-pokok besaran sebagai berikut:
a. Pendapatan negara dan hibah diperkirakan sebesar Rp949,7 triliun, atau berarti
mengalami kenaikan 9,05 persen dari APBN-P tahun 2009. Kenaikan rencana pendapatan
negara tersebut diharapkan akan didukung oleh kenaikan penerimaan perpajakan.
b. Total belanja negara diperkirakan sebesar Rp1.047,7 triliun (17,5 persen terhadap
PDB). Alokasi tersebut menunjukkan peningkatan Rp46,9 triliun atau 4,7 persen dari
APBN-P 2009. Belanja Pemerintah pusat dalam tahun 2010 direncanakan sebesar
Rp725,2 triliun, atau mengalami peningkatan Rp33,7 triliun atau 4,9 persen dari APBNP
2009. Sementara itu, dalam tahun 2010, anggaran transfer ke daerah direncanakan
Bab I
I-10 Nota Keuangan dan APBN 2010
Pendahuluan
sebesar Rp322,4 triliun, yang menunjukkan peningkatan Rp13,1 triliun atau 4,2 persen
dari APBN-P 2009.
c. Defisit anggaran diperkirakan sebesar Rp98,0 triliun (1,6 persen terhadap PDB).
d. Pembiayaan defisit. Untuk membiayai defisit APBN 2010, direncanakan pembiayaan
defisit dalam jumlah yang sama, yaitu sebesar Rp98,0 triliun. Pembiayaan anggaran
dalam negeri tahun 2010 tersebut didominasi oleh pembiayaan dalam negeri, yaitu sebesar
Rp107,9 triliun. Di sisi lain, pembiayaan dari luar negeri (neto) diperkirakan sebesar
negatif Rp9,9 triliun.
1.7 Uraian Singkat Isi Masing-masing Bab
Nota Keuangan dan APBN 2010 terdiri atas enam bab, yang diawali dengan Bab I
Pendahuluan, yang menguraikan gambaran umum, visi, agenda dan lima belas prioritas
pemerintah 2010, peran strategis kebijakan fiskal, landasan hukum, asumsi dasar ekonomi
makro APBN 2010, pokok-pokok kebijakan fiskal, dan uraian singkat isi masing-masing
bab dalam Nota Keuangan ini.
Bab II Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal APBN 2010,
menguraikan tentang perkembangan ekonomi Indonesia dalam tahun 2005–2008, dan
perkembangan dan kebijakan ekonomi makro tahun 2009 yang keduanya akan menjadi
dasar prakiraan dan prospek ekonomi 2010 sebagai dasar pertimbangan penentuan asumsi
dasar ekonomi makro APBN 2010. Secara ringkas bab ini menguraikan bahwa stabilitas
ekonomi makro masih tetap terjaga sehingga diharapkan dapat menjadi landasan bagi
peningkatan kinerja ekonomi nasional di tahun mendatang.
Bab III Pendapatan Negara dan Hibah. Bab ini membahas realisasi pendapatan negara
tahun 2005–2008, perkiraan pendapatan dan hibah tahun 2009 dan target 2010 dalam
APBN 2010. Pembahasan tahun 2005–2008 didasarkan pada realisasi pendapatan negara
yang tercatat, sedangkan proyeksi mutakhir 2009 didasarkan pada realisasi semester satu
dan prognosis semester kedua tahun 2009. Sementara itu, target pendapatan dalam APBN
2010 didasarkan pada berbagai faktor seperti kondisi ekonomi makro, realisasi pendapatan
pada tahun sebelumnya, kebijakan yang dilakukan dalam bidang tarif, subyek dan obyek
pengenaan serta perbaikan, dan efektivitas administrasi pemungutan. Dalam hal ini, tiga
strategi yang diterapkan Pemerintah adalah dengan melakukan: (a) reformasi di bidang
administrasi, (b) reformasi di bidang peraturan dan perundang-undangan, dan (c) reformasi
di bidang pengawasan dan penggalian potensi. Selain itu, dalam tahun 2009 Pemerintah
telah mencanangkan program reformasi perpajakan jilid II sebagai kelanjutan dari reformasi
perpajakan jilid I yang telah selesai pada tahun 2008. Fokus utama program reformasi
perpajakan jilid II adalah peningkatan manajemen sumber daya manusia serta peningkatan
teknologi informasi dan komunikasi. Program reformasi perpajakan jilid II ini dikemas dalam
bentuk Project for Indonesian Tax Administration Reform (PINTAR). Di bidang PNBP,
kebijakan yang diambil lebih diarahkan untuk mengoptimalkan penerimaan dengan
menerapkan kebijakan antara lain: (1) peningkatan produksi/lifting migas, (2) peningkatan
kinerja BUMN, (3) penyempurnaan terhadap peraturan perundang-undangan;
(4) identifikasi potensi PNBP; dan (5) peningkatan pengawasan PNBP kementerian negara/
lembaga. Kesemuanya akan dibahas secara lebih rinci di Bab III.
Pendahuluan Bab I
Nota Keuangan dan APBN 2010 I-11
Bab IV Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2010 menguraikan evaluasi perkembangan
pelaksanaan anggaran belanja Pemerintah pusat 2005–2009 serta masalah dan tantangan pokok
pembangunan tahun 2010, alokasi anggaran belanja Pemerintah pusat berdasarkan prioritas,
serta alokasi anggaran Pemerintah menurut UU Nomor 17 tahun 2003. Di dalam bab ini diuraikan
5 (lima) prioritas pembangunan nasional. Bab ini juga menguraikan bagaimana tema
“Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat”
diterjemahkan ke dalam alokasi belanja Pemerintah pusat berdasarkan prioritas dan menurut
organisasi. Dalam konteks ini, kebijakan di bidang belanja negara diupayakan untuk memberikan
stimulasi terhadap perekonomian dan mendukung pencapaian target agenda pembangunan
nasional melalui program-program yang lebih berpihak pada pertumbuhan ekonomi, penyerapan
tenaga kerja, dan pengurangan kemiskinan.
Bab V Kebijakan Desentralisasi Fiskal, membahas mengenai perkembangan pelaksanaan
desentralisasi fiskal di Indonesia, permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan
desentralisasi fiskal di Indonesia, pelaksanaannya ke depan, serta kebijakan alokasi anggaran
transfer ke daerah. Di dalam bab ini dibahas bagaimana kebijakan alokasi transfer ke daerah
dalam tahun 2010 tetap diarahkan untuk mendukung kegiatan prioritas nasional, dengan tetap
menjaga konsistensi dan keberlanjutan pelaksanaan desentralisasi fiskal guna menunjang
pelaksanaan otonomi daerah. Kebijakan transfer ke daerah pada tahun 2010 akan lebih
dipertajam untuk: (1) mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah (vertical fiscal
imbalance), dan antardaerah (horizontal fiscal imbalance); (2) meningkatkan kualitas pelayanan
publik di daerah dan mengurangi kesenjangannya antardaerah; (3) meningkatkan efisiensi
pemanfaatan sumber daya nasional; (4) tata kelola, transparan, tepat waktu, efisien dan adil;
serta (5) mendukung kesinambungan fiskal dalam kebijakan ekonomi makro. Di samping itu,
untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, kepada daerah diberikan
kewenangan memungut pajak (taxing power). Kesemuanya akan dibahas secara lebih rinci di
Bab V.
Bab VI Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang dan Risiko Fiskal. Di dalam
bab ini diuraikan bagaimana pembiayaan defisit anggaran, yang mencakup sumber pembiayaan
nonutang dan utang. Struktur pembiayaan anggaran yang bersumber dari nonutang pada tahun
2010 direncanakan melalui perbankan dalam negeri, yang berasal dari setoran Rekening Dana
Investasi (RDI), Rekening Pembangunan Hutan (RPH), dan Saldo Anggaran Lebih (SAL).
Struktur pembiayaan yang berasal dari utang pada tahun 2010 direncanakan melalui:
pembiayaan utang dalam negeri dan pembiayaan utang luar negeri. Komponen utang dalam
negeri berupa penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto di pasar domestik, baik surat
berharga konvensional maupun surat berharga berbasis syariah (SBSN). Di pasar internasional,
penerbitan SBN direncanakan berasal dari penerbitan Obligasi Negara valas dan SBSN valas. Di
dalam bab ini juga disinggung isu, tantangan dan dinamika kebijakan pengelolaan utang. Selain
itu, di dalam Nota Keuangan dan APBN 2010 kembali lagi dibahas mengenai risiko fiskal.
Pemaparan risiko fiskal dalam Nota Keuangan ini diperlukan terutama dalam rangka
kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) dan juga untuk keterbukaan (transparency).
Penjelasan risiko fiskal akan memuat beberapa hal yang berpotensi menimbulkan risiko fiskal,
seperti: sensitivitas asumsi ekonomi makro, peran sektor minyak dan gas bumi terhadap anggaran,
risiko utang Pemerintah, proyek kerjasama pembangunan infrastruktur, Badan Usaha Milik
Negara, sensitivitas perubahan harga minyak, nilai tukar dan suku bunga terhadap risiko fiskal
BUMN, dan juga kewajiban kontinjensi Pemerintah pusat dalam proyek infrastruktur, serta
dampak fiskal pemekaran daerah.
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Bab II
Nota Keuangan dan APBN Tahun 2010 II-1
BAB II
PERKEMBANGAN EKONOMI DAN POKOK-POKOK
KEBIJAKAN FISKAL APBN 2010
2.1 Pendahuluan
Perkembangan perekonomian global yang cepat dan dinamis sangat mempengaruhi kondisi
perekonomian nasional. Fluktuasi harga komoditi utama dan krisis keuangan yang memicu
krisis ekonomi global telah memberikan tekanan pada perekonomian nasional sehingga
mengganggu pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang direncanakan.
Meskipun pertumbuhan ekonomi secara rata-rata selama periode 2005—2008 mencapai
5,9 persen, pencapaian tersebut dilalui dalam kondisi yang cukup berat. Lonjakan harga
minyak mentah di pasar internasional telah memaksa Pemerintah untuk menaikkan harga
bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi beberapa kali sehingga meningkatkan laju inflasi.
Dengan tingginya inflasi, fundamental ekonomi tereduksi karena tidak saja membuat biaya
produksi menjadi lebih mahal tetapi juga melemahkan daya beli masyarakat. Padahal, daya
beli masyarakat merupakan faktor dominan dalam menopang perekonomian nasional selama
ini. Dalam beberapa tahun ke depan, pengaruh eksternal tersebut masih akan mewarnai
perjalanan pembangunan ekonomi Indonesia.
Pada tahun 2009, penurunan ekonomi global secara signifikan menyebabkan volume
perdagangan dunia mengalami kontraksi. Setelah mengalami ekspansi rata-rata 8,1 persen
selama lima tahun terakhir, pada tahun 2008 pertumbuhan volume perdagangan dunia
menurun tajam menjadi 4,1 persen. Indikasi merosotnya volume perdagangan dunia ini
antara lain tercermin dari penurunan tajam pada Baltic Dry Index yang merupakan
barometer volume perdagangan dunia. Bagi Indonesia dampak negatif yang langsung
dirasakan adalah penurunan atau perlambatan pertumbuhan perdagangan dan investasi.
Namun dengan fundamental ekonomi yang kuat, kinerja perekonomian nasional tidak
sampai mengalami pertumbuhan negatif yang dialami sebagian besar negara di dunia.
Transmisi dampak krisis ekonomi global ke perekonomian Indonesia masuk melalui dua
jalur, yakni jalur finansial (financial channel) dan jalur perdagangan (trade channel). Dampak
krisis melalui jalur finansial dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Dampak
secara langsung terjadi apabila suatu bank atau institusi keuangan di Indonesia membeli
aset-aset yang bermasalah (toxic assets) dari perusahaan penerbit yang mengalami kesulitan
likuiditas di luar negeri. Dampak lainnya adalah terjadinya penarikan dana dari Indonesia
oleh investor asing yang mengalami kesulitan likuiditas (deleveraging). Selain itu, juga bisa
terjadi melalui aksi pemindahan portofolio investasi berisiko tinggi ke risiko lebih rendah
(flight to quality). Sementara dampak tidak langsung jalur finansial terjadi melalui munculnya
hambatan-hambatan terhadap ketersediaan pembiayaan ekonomi. Dampak melalui jalur
perdagangan muncul melalui melemahnya kinerja ekspor impor yang pada gilirannya
berpengaruh pada sektor riil dan berpotensi memunculkan risiko kredit bagi perbankan. Hal
tersebut juga berpotensi memberikan tekanan pada neraca pembayaran Indonesia (NPI).
Bab II
II-2 Nota Keuangan dan APBN Tahun 2010
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal
Ketahanan fundamental ekonomi Indonesia mulai menghadapi ujian sejak pertengahan
tahun 2007. Di tengah derasnya arus krisis ekonomi global saat itu, ekonomi Indonesia
masih mampu untuk melaju dan tumbuh 6,3 persen. Kemudian, pada tahun 2008 ekonomi
Indonesia juga masih berekspansi pada tingkat 6,1 persen. Terjaganya stabilitas ekonomi
makro dan kepercayaan pasar menjadi faktor kunci keberhasilan Pemerintah dalam
mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi pada level yang cukup tinggi.
Dalam tahun 2009 tekanan terhadap perekonomian domestik sebagai dampak krisis global
diperkirakan memasuki puncaknya. Pada triwulan II, ekspor dan impor dalam PDB
mengalami kontraksi yaitu masing-masing sebesar 8,2 persen dan 18,3 persen. Investasi
juga tumbuh melambat sebesar 4,0 persen, jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 12,2 persen. Hal yang cukup membantu
di dalam menopang perekonomian nasional adalah belanja Pemerintah dan konsumsi
masyarakat. Laju pertumbuhan tertinggi dialami oleh konsumsi Pemerintah sebesar 10,2
persen. Sementara itu, konsumsi masyarakat mampu tumbuh 4,7 persen, lebih rendah
dibanding periode yang sama pada tahun 2008 sebesar 5,7 persen. Secara agregat
pertumbuhan komponen PDB tersebut telah mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 4,2
persen. Dengan memperhatikan realisasi pada triwulan I tahun 2009, pertumbuhan PDB
hingga akhir tahun 2009 diperkirakan mencapai 4,3 persen.
Dalam rangka mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang positif, stabilitas ekonomi
harus tetap dijaga. Oleh karena itu, perlu adanya pengendalian inflasi dan nilai tukar untuk
menciptakan kondisi yang kondusif. Perkembangan laju inflasi tahunan pada bulan
September 2009 sebesar 2,83 persen (yoy), sedangkan laju inflasi tahun kalender dari Januari
hingga September 2009 mencapai 2,28 persen (ytd). Dengan memperhatikan perkembangan
inflasi sampai dengan bulan September dan membaiknya ekspektasi inflasi pada bulan-bulan
selanjutnya, inflasi akhir tahun 2009 diperkirakan mencapai 4,5 persen. Adapun nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang periode Januari–September 2009
menunjukkan kecenderungan menguat. Penguatan tersebut didorong oleh kembali
meningkatnya arus modal masuk antara lain dari pasar saham dan obligasi. Rata-rata nilai
tukar rupiah terhadap dolar AS pada periode tersebut mencapai Rp10.720 per dolar AS.
Penguatan tersebut diperkirakan terus berlanjut sehingga rata-rata selama tahun 2009
diharapkan dapat mencapai Rp10.500 per dolar AS.
Rendahnya laju inflasi dan terjaganya pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan
menjadi faktor penguat pulihnya kondisi ekonomi nasional. Kondisi ini turut memberi ruang
untuk penurunan suku bunga. Selama tujuh bulan pertama tahun 2009, Bank Indonesia
telah beberapa kali menurunkan BI Rate hingga berada di level 6,50 persen pada awal
September 2009. Sejalan dengan itu, SBI 3 bulan juga mengalami penurunan dari 10,6 persen
pada bulan Januari 2009 menjadi 6,63 persen pada awal bulan September 2009. Secara
rata-rata SBI 3 bulan dalam sembilan bulan pertama mencapai 7,93 persen atau sedikit
lebih rendah bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2008 sebesar 8,7
persen. Kebijakan penurunan suku bunga ini menjadi sinyal bagi perbankan untuk
meningkatkan peran intermediasinya ke sektor riil dengan menurunkan suku bunga kredit.
Hingga akhir tahun 2009, rata-rata SBI 3 bulan diperkirakan mencapai 7,5 persen.
Semakin kondusifnya stabilitas ekonomi nasional juga dapat terlihat dalam kinerja pasar
modal. Setelah pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan
tajam dalam periode Januari—Oktober 2008 yang mendekati level 1100, perkembangannya
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Bab II
Nota Keuangan dan APBN Tahun 2010 II-3
mulai menunjukkan tren perbaikan hingga saat ini. Pada akhir September 2009, IHSG telah
menunjukkan penguatan lebih dari 82 persen dan nilai kapitalisasinya meningkat 80 persen
dibandingkan dengan posisi pada akhir tahun 2008. Sejak 15 September 2009, indeks telah
mampu menembus level 2400 tepatnya di posisi 2418,0 pada tanggal 24 September. Ini
merupakan posisi terbaik sejak pertengahan September 2008 saat awal krisis keuangan
global terjadi. Realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III tahun 2009
yang mencapai 4,2 persen telah mendorong investor untuk kembali berinvestasi di
Indonesia. Kondisi makro ekonomi Indonesia yang relatif stabil mendorong beberapa lembaga
sekuritas dunia menaikkan rating bursa Indonesia ke level di atas rata-rata sehingga
menggairahkan pasar modal domestik. Ke depan, inflasi rendah yang memicu penurunan
BI rate dan ekspektasi meredanya tekanan akibat krisis global diharapkan dapat membantu
IHSG untuk terus bergerak positif dan mencapai posisi yang lebih tinggi di akhir tahun 2009.
Pada awal tahun 2009 terjadi pembalikan tren penurunan harga minyak dunia, termasuk
harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude-oil Price/ICP). Jika pada Desember
2008 harga ICP sebesar US$38,5 per barel, maka pada Januari 2009 harganya meningkat
menjadi US$41,9 per barel. Peningkatan tersebut terus berlanjut dan pada bulan September
2009 rata-rata harga ICP mencapai US$67,1 per barel. Dengan kondisi tersebut realisasi
harga rata-rata ICP dalam periode Januari–September 2009 mencapai US$57,1 per barel.
Sepanjang sisa tahun 2009 harga ICP diperkirakan semakin meningkat sejalan dengan indikasi
melambatnya perekonomian global sehingga rata-rata pada tahun 2009 mencapai US$61
per barel.
Pada tahun 2010, ekonomi global diperkirakan mulai memasuki fase pemulihan sebagaimana
diperkirakan banyak lembaga internasional. Dana Moneter Internasional (International
Monetary Fund/IMF) melalui publikasi World Economic Outlook (WEO) bulan Oktober
2009 memperkirakan laju PDB dunia pada 2010 akan berada pada level 3,1 persen. Hal ini
tentu menjadi momentum positif bagi Pemerintah untuk melaksanakan akselerasi kegiatan
ekonomi sejalan dengan pemulihan ekonomi dunia. Selain itu, paket stimulus fiskal 2009
juga diharapkan mampu menambah daya dorong terhadap aktivitas ekonomi domestik di
tahun 2010.
Pelaksanaan Pemilu 2009 secara aman dan tertib mampu memberikan sentimen positif
bagi pasar dan investor. Hal ini akan meningkatkan kegairahan investasi di Indonesia, baik
melalui jalur investasi di sektor finansial maupun sektor riil. Pada akhirnya peningkatan
investasi yang signifikan akan memberikan dorongan bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi
di tahun 2010.
Selain itu, hasil nyata dari pengucuran paket stimulus fiskal sebesar Rp73,3 triliun pada
tahun 2009 juga diharapkan mampu meningkatkan ketersediaan infrastruktur dan
kemampuan produksi nasional sehingga dapat menopang pencapaian pertumbuhan ekonomi
di tahun 2010 yang diperkirakan mencapai 5,5 persen.
Meskipun sinyal pemulihan ekonomi global akan mulai jelas terlihat pada tahun 2010, bukan
berarti pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional pada tahun 2010 bebas dari berbagai
tantangan. Tantangan pelaksanaan pembangunan ekonomi tahun 2010 akan cukup berat,
baik yang berasal dari sisi global maupun domestik.
Dari sisi global, salah satu tantangan yang mungkin muncul pada tahun 2010 berasal dari
program stimulus ekonomi dalam rangka pemulihan ekonomi dunia. Kebutuhan dana yang
Bab II
II-4 Nota Keuangan dan APBN Tahun 2010
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal
besar untuk kebijakan stimulus ekonomi menyebabkan meningkatnya defisit anggaran yang
umumnya dibiayai melalui instrumen utang seperti penerbitan surat utang dan obligasi
Pemerintah. Akibatnya, pada suatu saat tertentu diperkirakan akan terjadi kebutuhan sumber
pembiayaan yang cukup tinggi. Hal tersebut dapat menciptakan persaingan dalam
memperoleh sumber pendanaan di pasar global. Berbagai negara akan berlomba menawarkan
suku bunga yang lebih tinggi guna menarik investor. Kondisi demikian selain menimbulkan
persaingan yang tidak sehat antar negara juga berpotensi semakin menyulitkan sektor swasta
atau dunia usaha dalam memperoleh pembiayaan dari publik (crowding-out effect). Selain
itu, faktor ketidakefektifan program stimulus ekonomi di berbagai negara juga dapat
mengganggu proses pemulihan ekonomi dunia.
Dari sisi domestik, salah satu tantangan terberat diperkirakan berasal dari masih tingginya
tingkat pengangguran dan angka kemiskinan. Sampai dengan awal tahun 2009, tingkat
pengangguran terbuka mencapai 8,14 persen (Februari 2009) dan angka kemiskinan 14,15
persen (Juli 2009) atau sedikit lebih tinggi dari target 2009. Selain itu, perlu diwaspadai
kemungkinan terjadinya peningkatan angka pengangguran yang berasal dari aksi rasionalisasi
atau PHK massal yang terjadi pada industri manufaktur khususnya yang berorientasi ekspor.
Rasionalisasi dan PHK massal ini menjadi salah satu pilihan bagi industri manufaktur dalam
rangka efisiensi di tengah melambatnya permintaan global dan menurunnya aktivitas
produksi dewasa ini.
Selain pengangguran dan kemiskinan, tantangan pembangunan di tahun 2010 juga
diperkirakan berasal dari kondisi infrastruktur yang masih belum memadai, baik infrastruktur
dasar seperti sekolah, rumah sakit, jalan, dan jembatan maupun infrastruktur penunjang
seperti jalan kereta api (rel), pelabuhan udara, dermaga, dan lain sebagainya.
Dalam rangka mengantisipasi dan mengurangi dampak negatif yang mungkin muncul dari
berbagai potensi tantangan di tahun 2010, Pemerintah telah menyiapkan sejumlah paket
kebijakan. Salah satu diantaranya adalah pengucuran stimulus fiskal di tahun 2009. Paket
stimulus fiskal 2009 dikucurkan dengan tiga tujuan utama, yakni: (1) untuk mempertahankan
dan meningkatkan daya beli masyarakat (purchasing powers) agar laju pertumbuhan
konsumsi rumah tangga pada tahun 2009 tetap terjaga di atas 5,0 persen; (2) untuk
meningkatkan daya tahan dan daya saing dunia usaha dari gejolak ekonomi global yang
pada gilirannya mampu mencegah PHK massal; dan (3) untuk memperluas kesempatan
kerja sekaligus menyerap dampak PHK massal melalui kebijakan peningkatan pembangunan
infrastruktur yang padat karya.
Dalam perspektif global, Pemerintah juga telah melakukan kerjasama dan menjalin komitmen
dalam wadah G-20 guna melakukan reformasi sistem keuangan. Dalam rangka pelaksanaan
reformasi tersebut, negara-negara yang tergabung dalam G-20 telah menganggarkan dana
untuk biaya rekapitalisasi perbankan, restrukturisasi aset bermasalah, dan paket stimulus
ekonomi. Sedangkan dalam lingkup regional, Pemerintah melalui forum ASEAN+3 (Jepang,
China, dan Korea Selatan) telah sepakat untuk membentuk cadangan bersama (reserve
pooling) dalam rangka memberikan kemudahan akses likuiditas valas bagi anggota-anggota
ASEAN. Selain itu, ASEAN+3 juga sepakat untuk membentuk dana bersama (pooling funds)
dengan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) sebagai pengelolanya.
Tujuan kesepakatan tersebut adalah untuk memberikan jaminan bagi pendanaan obligasi
swasta sehingga diterima pasar (marketable) di kawasan ASEAN+3.
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Bab II
Nota Keuangan dan APBN Tahun 2010 II-5
Sebagai perwujudan dari pelaksanaan program pembangunan nasional di tahun 2010,
Pemerintah telah menetapkan rancangan awal rencana kerja Pemerintah (RKP) tahun 2010.
Dalam rancangan awal RKP tersebut, program pembangunan tahun 2010 diarahkan pada
tema besar “Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat”.
Selanjutnya, tema tersebut diterjemahkan ke dalam lima prioritas program pembangunan
nasional, sebagai berikut: (1) pemeliharaan kesejahteraan rakyat, serta penataan kelembagaan
dan pelaksanaan sistem perlindungan sosial; (2) peningkatan kualitas sumber daya manusia;
(3) pemantapan reformasi birokrasi dan hukum, demokrasi dan keamanan nasional;
(4) pemulihan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur dan
energi; serta (5) peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya alam dan kapasitas
penanganan perubahan iklim.
Dalam rangka menciptakan akselerasi terhadap pencapaian lima prioritas program
pembangunan di atas, Pemerintah pada tahun 2010 akan berupaya untuk menjaga dan
meningkatkan stabilitas ekonomi makro yang menjadi landasan dalam pelaksanaan
pembangunan nasional, dengan sasaran kuantitatif sebagai berikut: (1) pertumbuhan ekonomi
5,5 persen; (2) tingkat inflasi 5,0 persen; (3) tingkat suku bunga SBI 3 bulan 6,5 persen;
(4) nilai tukar Rp10.000 per dolar AS; (5) harga minyak US$65 per barel; dan (6) lifting
minyak mentah 0,965 juta barel per hari.
Kemudian, guna menopang terciptanya pertumbuhan ekonomi di tahun 2010 sebesar 5,5
persen tersebut, Pemerintah berupaya untuk meningkatkan pertumbuhan konsumsi
masyarakat dan konsumsi Pemerintah masing-masing sebesar 5,2 persen dan 8,0 persen.
Sementara, laju investasi akan diupayakan tumbuh sebesar 7,2 persen serta pertumbuhan
ekspor dan impor masing-masing sebesar 8,8 persen dan 11,0 persen.
Kebijakan fiskal dengan instrumen kuantitatifnya berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) merupakan salah satu piranti utama yang digunakan Pemerintah dalam
rangka mencapai berbagai target dan sasaran pembangunan nasional khususnya terkait
pembangunan di bidang ekonomi.
Pada tahun 2010, kebijakan fiskal diarahkan untuk pencapaian dua hal mendasar, yaitu:
(1) mendukung pemulihan perekonomian nasional dengan melanjutkan program stimulus
fiskal dan (2) mempertahankan rasio anggaran pendidikan minimal 20 persen. Dalam tataran
teknis, kebijakan fiskal untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional dijalankan melalui
pelaksanaan kebijakan berupa pemberian insentif perpajakan dan peningkatan stimulus
belanja negara yang ditujukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan pembangunan
infrastruktur padat karya. Selain itu, kebijakan fiskal pada tahun 2010 juga diarahkan untuk
meningkatkan pencapaian berbagai target dalam APBN, baik yang bersifat kualitatif maupun
kuantitatif.
Dari sisi pendapatan negara, pada tahun 2010 penerimaan pajak nonmigas menjadi andalan
untuk dapat ditingkatkan seiring dengan semakin membaiknya perekonomian. Guna
memenuhi target tersebut, salah satu langkah kebijakan yang akan ditempuh Pemerintah
adalah tetap melanjutkan program reformasi dan modernisasi dalam sektor perpajakan dan
kepabeanan. Sementara itu, dari sisi belanja negara, kebijakan belanja diarahkan sesuai
dengan lima prioritas program pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam RKP
tahun 2010.
Bab II
II-6 Nota Keuangan dan APBN Tahun 2010
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal
Dengan konfigurasi kebijakan fiskal seperti tersebut diatas, defisit anggaran pada tahun 2010
diperkirakan mencapai 1,6 persen terhadap PDB. Guna memenuhi kebutuhan pembiayaan
defisit ini, Pemerintah akan menggunakan instrumen utang berupa penerbitan surat berharga
negara (SBN) sebagai sumber pembiayaan terbesar. Selain itu, kebutuhan pembiayaan juga
akan dipenuhi dari sumber pinjaman luar negeri dan penarikan pinjaman siaga (stand-by
loans).
2.2 Perkembangan Ekonomi 2005-2009
2.2.1 Evaluasi dan Kinerja 2005-2008
2.2.1.1 Perekonomian Dunia dan Regional
Dalam era globalisasi saat ini keterkaitan ekonomi di satu negara dengan negara yang lain
semakin erat seiring dengan meningkatnya hubungan perdagangan dan arus modal lintas
negara. Perkembangan dan kondisi perekonomian global memiliki dampak yang semakin
signifikan terhadap kondisi perekonomian domestik. Demikian pula dengan kondisi
perekonomian Indonesia, yang tidak luput dari pengaruh perkembangan ekonomi kawasan
maupun global. Dengan menyadari hal tersebut, pemantauan dan pemahaman terhadap
perkembangan ekonomi global membawa implikasi penting bagi penyusunan strategi
pembangunan dalam negeri saat ini maupun ke depan.
Di tahun 2008, perkembangan perekonomian global telah dibayang-bayangi oleh ancaman
krisis ekonomi global yang bersumber dari krisis subprime mortgage dan gejolak finansial di
Amerika Serikat pada tahun 2007. Eratnya keterkaitan antar pasar keuangan dan ekonomi
antar negara telah mendorong terjadinya perluasan gejolak perekonomian Amerika Serikat
ke berbagai negara lainnya, terutama ke negara-negara maju. Perluasan dampak tersebut
antara lain terlihat pada jatuhnya indeks saham pasar modal di berbagai negara, mengetatnya
likuiditas di pasar global, serta merosotnya volume perdagangan dunia.
Besarnya tekanan ekonomi pada tahun 2008 yang terjadi di dunia tampak pada penurunan
laju pertumbuhan ekonomi baik di negara-negara industri maju maupun berkembang. Secara
umum laju pertumbuhan ekonomi di berbagai negara menunjukkan tren menurun dari
awal triwulan I hingga triwulan IV tahun 2008. Tekanan terberat di tahun tersebut pada
umumnya terjadi pada triwulan IV dimana banyak negara mengalami laju pertumbuhan
(yoy) negatif.
Dampak penurunan laju pertumbuhan ekonomi pada awalnya terjadi di negara-negara
maju dan kemudian meluas ke negara-negara berkembang. Hal ini antara lain dipengaruhi
oleh besarnya peran pasar negara-negara maju terhadap produk-produk ekspor negara
berkembang, serta arus modal dan investasi negara maju ke negara-negara berkembang.
Amerika Serikat yang merupakan negara tempat terjadinya krisis subprime mortgage, pada
triwulan I tahun 2008 mencatat laju pertumbuhan ekonomi (yoy) sebesar 2,54 persen. Pada
triwulan-triwulan berikutnya, laju pertumbuhan tersebut menurun hingga mencapai minus
0,85 persen pada triwulan IV tahun 2008. Hal yang serupa terjadi di negara-negara
maju di kawasan Eropa. Laju pertumbuhan ekonomi di Inggris, Jerman, dan Perancis, yang
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Bab II
Nota Keuangan dan APBN Tahun 2010 II-7
pada triwulan I tahun 2008 masing-masing sebesar 2,48 persen, 2,84 persen dan 0,4 persen
terus menurun di triwulan-triwulan selanjutnya hingga masing-masing mencapai minus
1,61 persen, minus 1,65 persen dan minus 1,50
persen pada triwulan IV tahun 2008. Bahkan
perekonomian Perancis telah mencatat laju
pertumbuhan negatif sejak triwulan II tahun
2008.
Hal serupa terjadi pada Jepang dan Korea
Selatan yang mengalami penurunan laju
pertumbuhan sepanjang tahun 2008 dan
mengalami pertumbuhan negatif di triwulan
IV tahun 2008. Bahkan perekonomian
Jepang telah mencatat laju pertumbuhan
negatif sejak triwulan III tahun 2008. Pada triwulan IV tahun 2008, Jepang dan Korea
Selatan masing-masing mengalami laju pertumbuhan sebesar minus 4,28 persen dan
minus 3,40 persen.
Penurunan laju pertumbuhan ekonomi juga dialami oleh negara-negara berkembang,
termasuk di kawasan Asia. China dan India, yang merupakan dua negara berkembang dengan
kinerja ekonomi paling baik di Asia juga mengalami penurunan pertumbuhan, walaupun
tidak mencapai laju pertumbuhan negatif di triwulan IV tahun 2008.
Di kawasan Asia Tenggara, penurunan laju pertumbuhan juga dialami oleh negara-negara
ASEAN dengan kecepatan yang berbeda. Di antara lima negara utama ASEAN, penurunan
pertumbuhan selama tahun 2008 terlihat jelas pada perekonomian Singapura, diikuti oleh
Thailand dan Malaysia. Pertumbuhan ekonomi Singapura yang pada triwulan I tahun 2008
mencapai 6,70 persen menurun hingga mendekati 0,04 persen pada triwulan III dan
kemudian mencapai minus 4,23 persen pada triwulan IV tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi
Thailand sebesar 6,0 persen pada triwulan I, melambat pada triwulan-triwulan berikutnya
hingga mencapai pertumbuhan minus 4,25 persen pada triwulan IV. Negara-negara ASEAN
lainnya, yaitu Malaysia, Philipina, dan Indonesia juga mengalami pola perlambatan yang
sama, walaupun tidak mencapai pertumbuhan negatif pada triwulan terakhir tahun 2008.
Pada triwulan IV tahun 2008, laju pertumbuhan ekonomi Malaysia mencapai 0,08 persen,
sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia dan Philipina masih lebih baik yaitu masingmasing
mencapai 5,18 persen dan 4,51 persen.
10.6%
9.1%
10.1%
8.1%
9.0%
7.7%
6.8%
4.5%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
Cina India
GRAFIK II.2
PERTUMBUHAN EKONOMI CINA DAN INDIA 2008
2008 Q1 2008 Q2 2008 Q3 2008 Q4
6.20%
7.40%
4.70%
6.70%
6.00%
6.42% 6.67%
4.43%
2.51%
5.28%
6.40%
4.72%
4.98%
0.04%
3.90%
5.18%
0.08%
4.51%
-4.23% -4.25%
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
Indonesia
Malaysia
Filipina
Singapura
Thailand
GRAFIK II.3
PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA ASEAN
2008 Q1 2008 Q2 2008 Q3 2008 Q4
2.54% 2.48% 2.84%
0.40%
1.45%
5.46%
2.05%
1.59%
1.96%
-0.40%
0.66%
4.35%
0.75% 0.52% 0.81%
-0.20%
-0.23%
3.11%
-0.85%
-1.61% -1.65% -1.50%
-4.28%
-3.40%
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
GRAFIK II.1
PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA MAJU 2008
2008 Q1 2008 Q2 2008 Q3 2008 Q4
Sumber:WEO
Bab II
II-8 Nota Keuangan dan APBN Tahun 2010
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal
Dari pola yang ada, secara umum dapat diduga bahwa penurunan pertumbuhan ekonomi
terutama terjadi pada negara-negara dengan peran ekspor cukup besar dalam perekonomian
nasionalnya. Negara-negara dengan karakteristik tersebut mengalami pukulan terberat akibat
penurunan kinerja ekspor yang disebabkan oleh melemahnya permintaan (demand) dari
negara-negara maju.
Walaupun telah terjadi pertumbuhan ekonomi negatif di berbagai negara pada triwulan IV,
secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi global masih cukup baik di mana belum terjadi
pertumbuhan negatif di sepanjang tahun 2008. Di antara negara-negara maju, penurunan
laju pertumbuhan terbesar di alami oleh Inggris, Jepang dan Perancis dimana laju
pertumbuhan ekonomi mereka mengalami penyusutan hampir sepertiga dari pertumbuhan
tahun 2007. Sementara untuk kawasan Asia Tenggara, penurunan laju pertumbuhan
ekonomi terbesar dialami oleh Singapura dan diikuti oleh Philipina.
Berdasarkan laporan Dana Moneter Internasional laju pertumbuhan ekonomi global tahun
2008 mencapai 3,1 persen, atau turun 2,0 persen dibanding dengan tahun sebelumnya (lihat
Tabel II.1). Penurunan tersebut dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi di
negara maju maupun berkembang. Pertumbuhan negara maju menurun dari 2,6 persen di
tahun 2007 menjadi 0,8 persen di tahun 2008, sementara laju pertumbuhan ekonomi di
negara-negara berkembang menurun dari 8,3 persen menjadi 6,0 persen.
Perlambatan laju pertumbuhan ekonomi global telah membawa implikasi menurunnya
aktivitas perdagangan di pasar internasional. Perlambatan ekonomi yang terjadi telah
menyebabkan menurunnya permintaan (demand) di pasar dunia, terutama oleh negaranegara
maju. Penurunan permintaan inilah yang menjadi salah satu faktor utama meluasnya
rata rata
2000-2004
2005 2006 2007 2008
Amerika Serikat 2,4 2,9 2,8 2,0 1,1
Inggris 2,8 2,1 2,8 3,0 0,7
Jerman 1,1 0,8 3 2,5 1,3
Perancis 2,1 1,9 2,2 2,2 0,3
Jepang 1,5 1,9 2,4 2,1 -0,7
Korea Sel. 5,4 4,2 5,1 5 4,1
China 9,2 10,4 11,6 11,9 9
India 5,8 9,1 9,8 9,3 7,3
Malaysia 5,4 5,3 5,8 6,3 5,8
Philpilina 4,7 5 5,4 7,2 4,4
Singapura 4,9 7,3 8,2 7,7 3,6
Thailand 5,1 4,5 5,1 4,8 4,7
Indonesia 4,7 5,7 5,5 6,3 6,1
Negara Maju 2,4 2,6 3,0 2,6 0,8
Negara Berkembang 5,6 7,1 7,9 8,0 6,0
Dunia 3,7 4,5 5,1 5,0 3,1
sumber WEO, IMF Juli 2009
TABEL II.1
TAHUN 2005-2008 (YOY)
PERTUMBUHAN EKONOMI BERBAGAI NEGARA
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Bab II
Nota Keuangan dan APBN Tahun 2010 II-9
gejolak ekonomi di negara-negara maju ke negaranegara
berkembang, terutama negara-negara
dengan ketergantungan yang relatif besar terhadap
kegiatan ekspor.
Di tahun 2008, laju pertumbuhan volume
perdagangan dunia (barang dan jasa) mencapai 2,9
persen, jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan
tahun 2007 sebesar 7,2 persen. Pertumbuhan
tersebut merupakan yang terendah sejak tahun 2002.
2.2.1.2 Perekonomian Nasional
Tekanan eksternal sebagai dampak dari terjadinya krisis global telah mengakibatkan
perlambatan pada pertumbuhan perekonomian Indonesia tahun 2008. Setelah mengalami
pertumbuhan yang cukup tinggi sebesar 6,3 persen pada tahun 2007, perekonomian Indonesia
melambat menjadi 6,1 persen pada tahun 2008. Dari sisi penggunaan, konsumsi rumah
tangga menjadi sumber utama pertumbuhan diikuti oleh ekspor dan investasi. Sedangkan
dari sisi sektoral pertumbuhan tersebut
didominasi oleh pertumbuhan sektor
pengangkutan dan komunikasi, sektor listrik,
gas, dan air bersih, serta sektor keuangan.
Konsumsi rumah tangga yang mempunyai
peran sekitar 60 persen dalam pembentukan
PDB tumbuh sebesar 5,3 persen, meningkat
dibandingkan tahun 2007 yang tumbuh
sebesar 5,0 persen. Pertumbuhan konsumsi
rumah tangga disumbangkan oleh konsumsi
makanan sebesar 4,3 persen dan konsumsi bukan makanan sebesar 6,2 persen. Kebijakan
Pemerintah meningkatkan belanja sosial dan pemberian kompensasi kenaikan harga BBM
dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT) mengurangi penurunan daya beli masyarakat.
Penguatan konsumsi rumah tangga ditunjukkan oleh peningkatan indikator-indikator
konsumsi, antara lain penerimaan PPN, penjualan mobil-motor, konsumsi listrik, dan kredit
konsumsi. PPN dalam negeri dan PPN impor dalam tahun 2008 masing-masing tumbuh
sebesar 14,2 persen dan 44,7 persen. Sementara
itu, pertumbuhan penjualan motor dan mobil
masing-masing mencapai 32,6 persen dan 39,3
persen.
PENDAHULUAN
1.1 Umum
Sebagaimana layaknya setiap bangsa, bangsa ini punya cita-cita. Cita-cita untuk menjadi
negeri yang sejahtera, demokratis, dan adil. Indonesia adalah negeri yang sedang
bertransformasi dari sistem politik yang authoritarian menjadi sebuah negara yang
demokratis, dari negara yang porak-poranda karena korupsi menjadi negara dengan tata
kelola pemerintahan yang lebih bersih. Indonesia berada dalam sebuah perjalanan, dimana
institusi dan kehidupan berbangsa mulai ditata kembali. Kita mengenal penataan kembali
ini dengan nama reformasi. Yang paling sulit di dalam sebuah proses reformasi adalah
memenangkan dukungan agar proses perubahan tersebut dapat terus terjadi. Dilema dari
sebuah reformasi terjadi karena manfaatnya baru akan dirasakan di dalam jangka yang
relatif panjang, sedangkan perubahan yang dimunculkan kerap menuntut kita untuk
memberikan pengorbanan dalam jangka pendek. Karena itu, kerap kali kita tidak sabar di
dalam proses ini. Kita kerap memiliki ekspektasi yang tinggi bahwa perbaikan akan tiba
seketika. Padahal sejarah mengajarkan bahwa perbaikan adalah sebuah proses.
Jika kita menoleh ke belakang untuk melihat perjalanan bangsa Indonesia, mungkin kita
masih ingat bahwa lebih dari sepuluh tahun yang lalu ada semacam rasa pesimisme, apakah
Indonesia akan mampu melalui proses transisi ini dengan baik. Saat itu, ada kekuatiran
bahwa proses transisi ini akan sangat sulit karena heterogenitas dan kompleksitas persoalan.
Hal tersebut tak sepenuhnya salah. Karena proses ini berjalan tidak mudah, ada pasang
naik dan surut di sana. Belum lagi kita selesai dengan konsolidasi demokrasi dan penguatan
lembaga publik secara internal, berbagai peristiwa global juga mempengaruhi kita. Tak bisa
dihindarkan, dalam dunia yang semakin terintegrasi dengan globalisasi, Indonesia tak bisa
lepas dari perkembangan situasi dunia. Meroketnya harga minyak, kenaikan harga pangan,
dan krisis keuangan global yang dipicu oleh kasus sub-prime mortgage di Amerika Serikat
dan Eropa mempengaruhi upaya-upaya pemulihan ekonomi kita. Dari segi kelembagaan,
kita juga mencatat bahwa upaya membangun Indonesia harus dimulai dari sebuah kondisi
institusi yang tak sepenuhnya berfungsi, dimana korupsi begitu kronis, penegakan hukum
begitu lemah, dan birokrasi kerap menjadi penghambat.
Lima tahun yang lalu, dengan latar belakang Indonesia yang seperti ini, Pemerintah mulai
membangun kembali Indonesia yang meliputi pembangunan di segala bidang, antara lain
ekonomi, sosial, politik, budaya, hukum, lingkungan, dan keamanan. Visi dari pembangunan
lima tahun lalu adalah Indonesia yang damai, Indonesia yang adil, Indonesia yang
demokratis, dan Indonesia yang sejahtera.
Hasilnya telah kita lihat di dalam lima tahun terakhir ini. Walau di tengah berbagai tekanan
persoalan, baik yang terjadi di luar kuasa kita —seperti meroketnya harga minyak,
meningkatnya harga pangan dunia, dan bencana alam— maupun konsolidasi internal —
seperti penataan kembali institusi dasar, dan konsolidasi demokrasi—pertumbuhan ekonomi
dalam periode 2004–2008 mencapai rata-rata sekitar 5,7 persen. Ini adalah pertumbuhan
ekonomi yang tertinggi semenjak krisis ekonomi tahun 1998.
Di tengah membaiknya ekonomi domestik, pada tahun 2008 kita dihadapkan kepada berbagai
persoalan eksternal yang sedikit banyak mempengaruhi percepatan perbaikan perekonomian
Indonesia. Gejolak sub-prime mortgage di Amerika Serikat telah membawa dampak kepada
melambatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang pada gilirannya membawa
dampak kepada perlambatan ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Triwulan pertama tahun
2009, ditandai dengan pertumbuhan negatif di berbagai negara di belahan dunia. Penurunan
ekonomi terjadi secara tajam sejak triwulan ketiga tahun 2008, dan semakin memburuk
pada triwulan keempat 2008 dan triwulan pertama pada tahun 2009. Di tengah situasi
kontraksi ekonomi dunia yang tajam ini, Indonesia masih dapat tumbuh 4,4 persen, dan
bersama China, India, dan Vietnam masih mampu mencetak pertumbuhan ekonomi yang
positif.
Walaupun pertumbuhan ekonomi dunia mengalami kontraksi yang dalam di triwulan
pertama tahun 2009, tetapi gejala perbaikan ekonomi global mulai terlihat. Hal ini tercermin
misalnya, dari mulai membaiknya pasar modal di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Perbaikan ini terjadi jauh lebih cepat dibandingkan perkiraan banyak pihak. Fundamental
ekonomi di negara maju sebenarnya tak banyak mengalami perubahan signifikan. Namun,
antisipasi kebijakan yang dilakukan, baik counter cyclical policy maupun kerjasama
internasional melalui G-20 yang sepakat untuk menggelontorkan US$5,0 triliun untuk
perbaikan ekonomi dunia telah menimbulkan ekspektasi positif. Konsisten dengan hal itu,
harga minyak terlihat mulai mengalami kenaikan.
Optimisme yang muncul di dalam perekonomian global, sedikit banyak juga tercermin di
dalam perekonomian domestik. Sejalan dengan melemahnya dolar Amerika Serikat terhadap
berbagai mata uang, rupiah juga mengalami apresiasi. Apresiasi mata uang rupiah juga
membawa dampak positif kepada perkembangan pasar keuangan. Kita mulai melihat bahwa
arus investasi asing sudah mulai masuk ke dalam SBI, saham, dan obligasi Pemerintah.
Masuknya arus investasi portofolio, termasuk ke dalam pasar modal akan membuat nilai
tukar rupiah menguat lebih tajam lagi. Namun, sikap kehati-hatian tetap harus dilakukan.
Perkembangan ekonomi dunia belum sepenuhnya pulih, fluktuasi masih terjadi. Terlalu
dini untuk menyimpulkan bahwa ekonomi dunia telah pulih dan krisis telah berakhir. Karena
itu, Pemerintah dan Bank Indonesia tetap waspada untuk menghadapi gejolak perekonomian
global.
Penguatan rupiah membawa dampak positif kepada pengendalian inflasi. Di sisi lain, masih
relatif lemahnya harga komoditi juga membuat inflasi relatif terkendali. Harga komoditi
sudah mulai meningkat bila dibandingkan dengan harga komoditi pada bulan Desember
2008, tetapi masih relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga di bulan Juli 2008.
Dengan kondisi seperti ini maka tekanan inflasi tampaknya masih akan dapat dikendalikan
pada angka 4,5 persen. Inflasi year on year sampai dengan bulan September 2009 adalah
2,83 persen, sedangkan inflasi year to date adalah 2,28 persen. Dalam bulan September
2009, inflasi bulanan (month on month) tercatat sebesar 0,11 persen yang menunjukkan
tekanan inflasi yang relatif rendah. Dengan kondisi inflasi yang terkendali, Bank Indonesia
pada awal September 2009 telah menurunkan BI rate hingga berada di level 6,50 persen.
Dalam hal pertumbuhan ekonomi, dari sisi pengeluaran domestik terlihat bahwa konsumsi
rumah tangga dan Pemerintah merupakan faktor pendorong perekonomian. Dengan pangsa
permintaan domestik yang cukup besar, ekonomi Indonesia relatif mampu bertahan dari
gejolak krisis. Meskipun demikian kita harus mengakui bahwa ekspor mengalami penurunan
Pendahuluan Bab I
Nota Keuangan dan APBN 2010 I-3
cukup signifikan. Penurunan ekspor juga diikuti oleh penurunan impor yang mengakibatkan
melemahnya pertumbuhan investasi. Berbagai antisipasi yang dilakukan Pemerintah dan
Bank Indonesia untuk menjaga kepercayaan, menjaga stabilitas sektor keuangan dan
mengeluarkan berbagai kebijakan fiskal untuk meminimalisir dampak krisis global,
tampaknya cukup memberikan hasil. Seperti disebutkan di atas, Indonesia bersama India,
China, dan Vietnam adalah negara di dunia yang mampu mencetak pertumbuhan positif di
tengah pertumbuhan ekonomi negatif yang terjadi di hampir semua negara di belahan bumi.
Dengan melihat perkembangan terakhir di paruh pertama pertama 2009, dan melihat relatif
terkendalinya inflasi, serta dampak berbagai kebijakan yang dilakukan Pemerintah untuk
mengantisipasi dampak krisis global, maka pertumbuhan PDB hingga akhir tahun 2009
diperkirakan mencapai 4,3 persen.
1.2 Prioritas RKP 2010
Di tengah berbagai tantangan eksternal dan konsolidasi internal serta transisi demokrasi,
pembangunan ekonomi mulai menampakkan hasil. Pertumbuhan ekonomi dalam periode
2004–2008 yang mendekati rata-rata 6,0 persen juga diikuti oleh menurunnya rasio utang
terhadap PDB dari 57,0 persen tahun 2004 menjadi 32,0 persen tahun 2008. Tingkat
pengangguran terbuka juga menurun dari 9,86 persen di tahun 2004 menjadi 7,9 persen di
tahun 2009. Demikan juga tingkat kemiskinan berdasarkan garis kemiskinan yang dihitung
BPS telah menurun dari 16,7 persen (36,1 juta orang) pada tahun 2004 menjadi 14,2 persen
(atau 32,5 juta orang) pada Maret 2009. Dengan demikian, tantangan ke depan tidaklah
semakin ringan. Pemerintah terus berupaya untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi,
menciptakan lapangan kerja, dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Karena itu, prinsip
kehati-hatian dan upaya untuk menjaga stabilitas ekonomi makro, melakukan akselarasi
pertumbuhan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan, serta upaya perluasan lapangan
kerja harus mendapatkan prioritas.
Untuk itu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004–
2009, telah ditetapkan 3 (tiga) agenda pembangunan nasional, yang merupakan arah kebijakan
pembangunan jangka menengah, yaitu: (1) menciptakan Indonesia yang aman dan damai;
(2) menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis; serta (3) meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Ketiga agenda pembangunan tersebut merupakan pilar pokok untuk
mencapai tujuan pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
Keberhasilan pelaksanaan satu agenda erat kaitannya dengan kemajuan pelaksanaan agenda
lainnya, yang dalam pelaksanaan tahunan dirinci ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
RKP tahun 2005, yang merupakan tahun pertama pelaksanaan pembangunan setelah
berakhirnya Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000–2004, disusun
berdasarkan Rencana Pembangunan Nasional (Repenas) Transisi yang dimaksudkan untuk
mengisi kekosongan perencanaan pembangunan nasional tahun 2005, yang selanjutnya menjadi
acuan dalam penyusunan RAPBN 2005. Dalam RKP tahun 2006, tema pembangunan yang
ditetapkan adalah “Reformasi menyeluruh untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
berlandaskan Indonesia lebih aman, damai dan demokratis”. Sementara itu, untuk RKP tahun
2007, tema yang ditetapkan adalah “Meningkatkan kesempatan kerja dan menanggulangi
kemiskinan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat”. Untuk RKP 2008, tema yang ditetapkan
adalah “Percepatan pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran”.
Sedangkan untuk tahun 2009, sebagai tahun terakhir dari pelaksanaan RPJMN Tahun 2004–
Bab I
I-4 Nota Keuangan dan APBN 2010
Pendahuluan
2009, tema yang ditetapkan adalah “Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Dan Pengurangan
Kemiskinan”.
Untuk tahun 2010, karena tahun tersebut merupakan tahun pertama pemerintahan dari
Pemerintah hasil Pemilu tahun 2009, maka RPJMN untuk periode pemerintahan tersebut
belum disusun. Namun ke depan, dapat diidentifikasikan ada lima agenda besar yang perlu
dilaksanakan. Pertama, peningkatan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Kedua,
pembangunan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Ketiga, penguatan demokrasi dan
penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia. Keempat, penegakan hukum dan
pemberantasan korupsi. Kelima, pembangunan yang makin adil dan merata di seluruh tanah
air.
Dalam kaitan pelaksanaan agenda-agenda di atas, dapat diidentifikasikan lima belas prioritas
kegiatan/program sebagai berikut:
Pertama, pertumbuhan ekonomi akan terus ditingkatkan, mencapai minimal 7 persen
sehingga kesejahteraan rakyat juga lebih meningkat, termasuk untuk mencukupi kebutuhan
hidup mereka.
Kedua, jumlah persentase penduduk miskin akan diusahakan untuk turun menjadi 8–10
persen dengan peningkatan pembangunan pertanian, pembangunan pedesaan, dan programprogram
pro-rakyat.
Ketiga, pengangguran akan dikurangi menjadi 5–6 persen dengan penciptaan lapangan
pekerjaan dan peningkatan modal usaha melalui Kredit Usaha Rakyat, dan peningkatan
modal usaha bagi yang akan berwirausaha.
Keempat, upaya perbaikan dalam bidang pendidikan, baik peningkatan mutu, infrastruktur,
kesejahteraan guru dan dosen, serta peningkatan anggaran yang lebih adil antara pendidikan
negeri dan pendidikan swasta, antara pendidikan umum dan pendidikan agama, termasuk
peningkatan anggaran pondok-pondok pesantren di seluruh Indonesia, dan pendidikan gratis
untuk siswa miskin.
Kelima, perbaikan kesehatan masyarakat dengan peningkatan pemberantasan penyakit
menular, termasuk melanjutkan kebijakan berobat gratis bagi masyarakat yang kurang
mampu.
Keenam, peningkatan ketahanan pangan. Tahun ini Indonesia memang telah berhasil
berswasembada beras, jagung, gula dan kopi. Ke depan, kita menuju swasembada daging
sapi dan kedelai. Jaringan irigasi, benih, dan pupuk akan kita tingkatkan secara signifikan
agar pertanian kita makin maju.
Ketujuh, peningkatan ketahanan energi dengan penambahan daya listrik berskala besar
secara nasional, termasuk kecukupan BBM dan sumber-sumber energi alternatif.
Kedelapan, peningkatan pembangunan infrastruktur, termasuk mega proyek-mega proyek
infrastruktur di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Jawa, dan tempat-tempat lain
baik infrastruktur perhubungan, pekerjaan umum, air minum dan air bersih, energi, dan
teknologi informasi, maupun pertanian.
Kesembilan, Pemerintah akan meningkatkan pembangunan perumahan rakyat, termasuk
proyek-proyek rumah susun sederhana bagi pegawai, kaum buruh, TNI dan Polri, maupun
masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Pendahuluan Bab I
Nota Keuangan dan APBN 2010 I-5
Kesepuluh, peningkatan pemeliharaan lingkungan secara serius, termasuk penghijauan,
penghutanan kembali, dan mengatasi bencana banjir di seluruh Indonesia.
Kesebelas, peningkatan kemampuan pertahanan dan keamanan terus ditingkatkan,
termasuk pengadaan dan modernisasi alat utama sistem persenjataan, baik TNI maupun
Polri.
Keduabelas, peningkatan dan perluasan reformasi birokrasi dan pemberantasan KKN dengan
prioritas pencegahan korupsi dan peningkatan pelayanan kepada rakyat, termasuk dunia
usaha.
Ketigabelas, otonomi daerah dan pemerataan pembangunan lebih ditingkatkan dengan
desentralisasi fiskal yang lebih adil, serta penataan keuangan daerah yang lebih baik.
Keempatbelas, demokrasi dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia akan makin
dikembangkan. Pemerintah bertekad agar pelanggaran-pelanggaran HAM berat di negeri
ini tidak terulang lagi.
Kelimabelas, peran internasional Indonesia makin ditingkatkan sehingga bangsa Indonesia
bisa berbuat lebih banyak lagi untuk perdamaian dunia, keadilan dunia, dan kemakmuran
umat manusia di dunia.
Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, dan juga dengan menggunakan arah
pembangunan jangka menengah ke-2 (RPJMN ke-2) dari Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025, maka RKP 2010 disusun dengan tujuan untuk lebih
memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan pada
peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu
dan teknologi, peningkatan daya saing perekonomian, serta visi-misi, agenda dan prioritas
pembangunan. Sehubungan dengan itu, untuk menjaga kesinambungan pembangunan,
dalam pasal 5 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005–2025 diatur bahwa
penyusunan RKP untuk tahun pertama pemerintahan Presiden berikutnya ditugaskan pada
Presiden yang sedang memerintah dengan tetap mempertimbangkan kemajuan yang dicapai
dalam tahun 2008 dan perkiraan tahun 2009, serta tantangan yang diperkirakan akan
dihadapi dalam tahun 2010. Dalam tahun 2010, tema RKP yang ditetapkan adalah
“Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat”.
Selanjutnya, dalam melaksanakan pembangunan tersebut, ditetapkan 7 (tujuh) prinsip
pengarusutamaan sebagai landasan operasional yang harus dipedomani oleh seluruh
aparatur negara, yaitu: (1) Pengarusutamaan partisipasi masyarakat; (2) Pengarusutamaan
pembangunan berkelanjutan; (3) Pengarusutamaan gender; (4) Pengarusutamaan tata
pengelolaan yang baik (good governance); (5) Pengarusutamaan pengurangan kesenjangan
antarwilayah dan percepatan pembangunan daerah tertinggal; (6) Pengarusutamaan
desentralisasi dan otonomi daerah; dan (7) Pengarusutamaan padat karya. Sejalan dengan
itu, pelaksanaan pembangunan nasional dalam tahun 2010 memprioritaskan upaya-upaya:
(1) Pemeliharaan kesejahteraan rakyat, serta penataan kelembagaan dan pelaksanaan sistem
perlindungan sosial; (2) Peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia;
(3) Pemantapan reformasi birokrasi dan hukum, serta pemantapan demokrasi dan
keamanan nasional; (4) Pemulihan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian,
infrastruktur, dan energi; dan (5) Peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya alam dan kapasitas penanganan perubahan iklim.
Dengan tema dan prioritas pembangunan nasional tersebut, kebijakan alokasi anggaran
belanja Pemerintah pusat pada tahun 201o diarahkan terutama untuk mendukung kegiatan
ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan (pro growth), menciptakan dan memperluas
lapangan pekerjaan (pro employment), serta mengurangi kemiskinan (pro poor). Ketiga
prioritas pembangunan nasional tersebut kemudian dicerminkan di dalam arah dan postur RAPBN 2010.
1.3 Peran Strategis Kebijakan Fiskal
Salah satu perangkat yang dapat digunakan oleh Pemerintah untuk mencapai sasaran
pembangunan adalah kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal mempunyai tiga fungsi utama, yaitu
fungsi alokasi anggaran untuk tujuan pembangunan, fungsi distribusi pendapatan dan subsidi
dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, dan juga fungsi stabilisasi ekonomi makro
di dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dalam kondisi perekonomian yang
lesu, pengeluaran Pemerintah yang bersifat autonomous, khususnya belanja barang dan
jasa serta belanja modal, dapat memberi stimulasi kepada perekonomian untuk bertumbuh.
Sebaliknya dalam kondisi ekonomi yang memanas akibat terlalu tingginya permintaan
agregat, kebijakan fiskal dapat berperan melalui kebijakan yang kontraktif untuk
menyeimbangkan kondisi permintaan dan penyediaan sumber-sumber perekonomian. Itu
sebabnya kebijakan fiskal memiliki fungsi strategis di dalam mempengaruhi perekonomian
dan mencapai sasaran pembangunan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal
untuk mengarahkan perekonomian nasional. Dampak APBN terhadap sektor riil dapat dilihat
sebagai berikut:
1. Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) dalam APBN 2010 mencapai Rp153,6 triliun
atau sekitar 2,6 persen terhadap PDB. Sumber utama PMTB dalam tahun 2010 berasal
dari belanja modal Pemerintah pusat. Belanja Pemerintah, terutama belanja modal akan
dipertahankan sejalan dengan upaya Pemerintah untuk menjaga stimulasi perekonomian
secara terukur dalam rangka mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi
2010.
2. Komponen konsumsi Pemerintah dalam APBN 2010 diperkirakan mencapai
Rp525,4 triliun atau sekitar 8,8 persen terhadap PDB.
3. Transaksi keuangan Pemerintah dalam APBN Tahun 2010 secara total diperkirakan
berdampak ekspansi, yaitu sebesar Rp142,8 triliun atau sekitar 2,2 persen terhadap PDB.
Hal ini berarti lebih rendah apabila dibandingkan dengan APBN-P 2009 sebesar
Rp119,8 triliun (2,2 persen terhadap PDB).
Perlu dicatat, seperti juga yang terjadi di negara-negara lain, dewasa ini kebijakan fiskal
masih sangat penting, tetapi perannya sebagai sumber pertumbuhan (source of growth)
cenderung berkurang bila dibandingkan dengan peran sektor swasta yang memang
diharapkan akan semakin meningkat. Dewasa ini dan di masa depan, peran Pemerintah
lebih difokuskan sebagai regulator.
Peran lain yang juga amat penting dari kebijakan fiskal adalah peran redistribusi dan alokasi
anggaran Pemerintah dalam upaya penanggulangan kemiskinan dan peningkatan
kesejahteraan rakyat. Dalam konteks ini, kebijakan fiskal dapat dipergunakan untuk mempengaruhi sektor-sektor ekonomi atau kegiatan tertentu, untuk menyeimbangkan
pertumbuhan pendapatan antarsektor ekonomi, antardaerah, atau antargolongan
pendapatan. Peran kebijakan fiskal juga menjadi penting di dalam menanggulangi dampak
yang ditimbulkan oleh bencana alam, wabah penyakit, dan konflik sosial.
Di dalam peran strategis kebijakan fiskal, hal lain yang tak boleh dilupakan adalah proses
politik anggaran yang terdiri dari perencanaan, implementasi dan pertanggungjawaban
kebijakan fiskal. Hal ini menjadi penting mengingat Indonesia adalah negara yang sedang
dalam transisi menuju demokratisasi. Implikasinya kebijakan fiskal direncanakan, ditetapkan
dan dilaksanakan melalui proses yang transparan dan prosedur yang relatif panjang, dan
harus melibatkan peran dan persetujuan berbagai pihak. Ini adalah konsekuensi logis dari
peningkatan transparansi, demokratisasi, dan keterlibatan seluruh elemen masyarakat dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, kunci keberhasilan kebijakan fiskal
akan sangat terletak pada pemahaman bersama akan pentingnya perencanaan yang baik,
pelaksanaan yang efektif, dan pertanggungjawaban kebijakan fiskal yang akuntabel dari
seluruh aparat yang terkait dan masyarakat sebagai penerima manfaat kebijakan fiskal.
1.4 Dasar Hukum Penyusunan NK dan APBN
Penyusunan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) didasarkan pada ketentuan
pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diubah menjadi pasal 23 ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) UUD 1945 amendemen keempat yang berbunyi: “(1) Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan
setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung
jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; (2) Rancangan undang-undang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama
Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Daerah; (3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu”. Penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2010 ini, merupakan perwujudan dari pelaksanaan
amanat pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945 amendemen keempat tersebut.
Penyusunan APBN 2010 mengacu pada ketentuan yang tertuang dalam Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dengan berpedoman kepada Rencana
Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2010, Kerangka Ekonomi Makro, dan Pokok-pokok Kebijakan
Fiskal tahun 2010 sebagaimana telah disepakati dalam pembicaraan pendahuluan antara
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tanggal 17 Juni 2009 yang
lalu.
Selanjutnya, siklus dan mekanisme APBN meliputi: (a) tahap penyusunan RAPBN oleh
Pemerintah; (b) tahap pembahasan dan penetapan RAPBN dan RUU APBN menjadi APBN
dan UU APBN dengan Dewan Perwakilan Rakyat; (c) tahap pelaksanaan APBN; (d) tahap
pemeriksaan atas pelaksanaan APBN oleh instansi yang berwenang antara lain Badan
Pemeriksa Keuangan; dan (e) tahap pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Siklus APBN
2010 akan berakhir pada saat Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) disahkan oleh
DPR pada 6 bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. 1.5 Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2010
Perhitungan besaran-besaran APBN 2010 dihitung berdasarkan asumsi dasar ekonomi
makro yang diprakirakan akan terjadi pada tahun tersebut. Asumsi-asumsi dasar ekonomi
makro dalam tahun 2009 dan 2010 dan besarannya tersebut dapat dilihat dalam Tabel I.1
berikut:
Tabel I.1 menunjukkan:
1. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan sebesar 5,5 persen. Sumber pertumbuhan
ekonomi akan berasal dari permintaan domestik dan membaiknya sisi penawaran. Selain
melalui perbaikan kesejahteraan PNS, TNI/Polri, dan Pensiunan melalui kenaikan gaji,
pertumbuhan ekonomi 2010 juga akan didorong melalui stimulus fiskal guna
meningkatkan lapangan kerja melalui infrastruktur dasar, perlindungan sosial rakyat
miskin, dan proyek-proyek padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja. Ekspor
diperkirakan masih akan relatif lambat, tetapi membaik bila dibandingkan dengan
tahun 2009 karena perekonomian dunia yang diperkirakan mulai mengalami sedikit
perbaikan. Dari sisi penawaran agregat, pertumbuhan ekonomi akan sangat dipengaruhi
oleh berbagai upaya pembenahan di sektor riil, kemajuan dalam pembangunan
infrastruktur;
2. Seiring dengan meningkatnya permintaan domestik akibat pemulihan ekonomi dan
mulai meningkatnya harga komoditi, tingkat inflasi tahun 2010 diperkirakan akan lebih
tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2009 yang mencapai sebesar 5,0 persen.
Koordinasi yang baik dan harmonisasi kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah
akan menjadikan sasaran inflasi lebih kredibel. Di samping kehati-hatian Bank Indonesia
dalam menjalankan kebijakan moneternya serta kestabilan nilai tukar rupiah, kegiatan
perekonomian yang semakin meningkat diperkirakan masih dapat diimbangi dari sisi
produksi seiring dengan membaiknya investasi. Akibatnya, tekanan harga dari sisi
permintaan dan penawaran tidak memberikan tekanan terhadap harga barang-barang
secara keseluruhan. Fluktuasi harga di pasar komoditi internasional serta tingginya
harga minyak mentah dunia memang diperkirakan akan tetap memberikan tekanan
2010
APBN APBN-P APBN
1. Pertumbuhan Ekonomi (%) 6,0 4,3 5,5
2. Inflasi (%) 6,2 4,5 5,0
3. Nilai Tukar (Rp/US$) 9.400 10.500 10.000
4. Suku Bunga SBI-3 Bulan (%) 7,5 7,5 6,5
5. Harga Minyak (US$/barel) 80,0 61,0 65,0
6. Lifting Minyak (juta barel/hari) 0,960 0 ,960 0,965
Sumber: Departemen Keuangan
terhadap inflasi dalam negeri. Namun, Pemerintah akan selalu dan terus melakukan
langkah-langkah evaluasi kebijakan fiskal agar berjalan secara harmonis dengan
kebijakan moneter. Dari sisi penawaran, Pemerintah akan menjaga ketersediaan pasokan
terutama produk-produk yang memiliki peranan penting dalam mempengaruhi
pergerakan inflasi, seperti beras dan bahan bakar minyak;
3. Rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diperkirakan sebesar
Rp10.000/US$. Dari sisi fundamental, Neraca Pembayaran Indonesia akan tetap
mencatat surplus yang berpotensi meningkatkan cadangan devisa. Cadangan devisa
yang meningkat berpengaruh positif terhadap pergerakan nilai tukar rupiah;
4. Sejalan dengan inflasi yang terkendali dan nilai tukar yang stabil, maka ada ruang
untuk menurunkan tingkat bunga ke tingkat yang lebih rendah secara bertahap dan
hati-hati. Rata-rata suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan sebesar 6,5 persen;
5. Rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) di pasar internasional diperkirakan
mencapai sebesar US$65 per barel;
6. Dalam tahun 2010, lifting minyak mentah Indonesia diperkirakan meningkat menjadi
0,965 juta barel per hari.
1.6 Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal
Sejalan dengan tema pembangunan nasional yaitu “Pemulihan Perekonomian Nasional
dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat”, kebijakan alokasi anggaran belanja
Pemerintah pusat dalam tahun 2010 diarahkan kepada upaya mendukung kegiatan ekonomi
nasional dalam memulihkan perekonomian, menciptakan dan memperluas lapangan kerja,
meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, dan mengurangi kemiskinan. Di
samping itu, kebijakan alokasi anggaran akan tetap diarahkan untuk menjaga stabilitas
nasional, kelancaran kegiatan penyelenggaraan operasional pemerintahan dan peningkatan
kualitas pelayanan kepada masyarakat. Alokasi anggaran dalam tahun 2010 diprioritaskan
pada: (1) meneruskan/meningkatkan seluruh program kesejahteraan rakyat (PNPM, BOS,
Jamkesmas, Raskin, PKH dan berbagai subsidi lainnya); (2) melanjutkan program stimulus
fiskal, melalui pembangunan infrastruktur, pertanian dan energi, serta proyek padat karya;
(3) mendorong pemulihan dunia usaha, termasuk melalui pemberian insentif perpajakan
dan bea masuk; (4) meneruskan reformasi birokrasi; (5) memperbaiki Alutsista; serta
(6) menjaga anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN.
Berdasarkan arah dan strategi kebijakan fiskal di atas, maka postur APBN 2010 akan meliputi
pokok-pokok besaran sebagai berikut:
a. Pendapatan negara dan hibah diperkirakan sebesar Rp949,7 triliun, atau berarti
mengalami kenaikan 9,05 persen dari APBN-P tahun 2009. Kenaikan rencana pendapatan
negara tersebut diharapkan akan didukung oleh kenaikan penerimaan perpajakan.
b. Total belanja negara diperkirakan sebesar Rp1.047,7 triliun (17,5 persen terhadap
PDB). Alokasi tersebut menunjukkan peningkatan Rp46,9 triliun atau 4,7 persen dari
APBN-P 2009. Belanja Pemerintah pusat dalam tahun 2010 direncanakan sebesar
Rp725,2 triliun, atau mengalami peningkatan Rp33,7 triliun atau 4,9 persen dari APBNP
2009. Sementara itu, dalam tahun 2010, anggaran transfer ke daerah direncanakan
Bab I
I-10 Nota Keuangan dan APBN 2010
Pendahuluan
sebesar Rp322,4 triliun, yang menunjukkan peningkatan Rp13,1 triliun atau 4,2 persen
dari APBN-P 2009.
c. Defisit anggaran diperkirakan sebesar Rp98,0 triliun (1,6 persen terhadap PDB).
d. Pembiayaan defisit. Untuk membiayai defisit APBN 2010, direncanakan pembiayaan
defisit dalam jumlah yang sama, yaitu sebesar Rp98,0 triliun. Pembiayaan anggaran
dalam negeri tahun 2010 tersebut didominasi oleh pembiayaan dalam negeri, yaitu sebesar
Rp107,9 triliun. Di sisi lain, pembiayaan dari luar negeri (neto) diperkirakan sebesar
negatif Rp9,9 triliun.
1.7 Uraian Singkat Isi Masing-masing Bab
Nota Keuangan dan APBN 2010 terdiri atas enam bab, yang diawali dengan Bab I
Pendahuluan, yang menguraikan gambaran umum, visi, agenda dan lima belas prioritas
pemerintah 2010, peran strategis kebijakan fiskal, landasan hukum, asumsi dasar ekonomi
makro APBN 2010, pokok-pokok kebijakan fiskal, dan uraian singkat isi masing-masing
bab dalam Nota Keuangan ini.
Bab II Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal APBN 2010,
menguraikan tentang perkembangan ekonomi Indonesia dalam tahun 2005–2008, dan
perkembangan dan kebijakan ekonomi makro tahun 2009 yang keduanya akan menjadi
dasar prakiraan dan prospek ekonomi 2010 sebagai dasar pertimbangan penentuan asumsi
dasar ekonomi makro APBN 2010. Secara ringkas bab ini menguraikan bahwa stabilitas
ekonomi makro masih tetap terjaga sehingga diharapkan dapat menjadi landasan bagi
peningkatan kinerja ekonomi nasional di tahun mendatang.
Bab III Pendapatan Negara dan Hibah. Bab ini membahas realisasi pendapatan negara
tahun 2005–2008, perkiraan pendapatan dan hibah tahun 2009 dan target 2010 dalam
APBN 2010. Pembahasan tahun 2005–2008 didasarkan pada realisasi pendapatan negara
yang tercatat, sedangkan proyeksi mutakhir 2009 didasarkan pada realisasi semester satu
dan prognosis semester kedua tahun 2009. Sementara itu, target pendapatan dalam APBN
2010 didasarkan pada berbagai faktor seperti kondisi ekonomi makro, realisasi pendapatan
pada tahun sebelumnya, kebijakan yang dilakukan dalam bidang tarif, subyek dan obyek
pengenaan serta perbaikan, dan efektivitas administrasi pemungutan. Dalam hal ini, tiga
strategi yang diterapkan Pemerintah adalah dengan melakukan: (a) reformasi di bidang
administrasi, (b) reformasi di bidang peraturan dan perundang-undangan, dan (c) reformasi
di bidang pengawasan dan penggalian potensi. Selain itu, dalam tahun 2009 Pemerintah
telah mencanangkan program reformasi perpajakan jilid II sebagai kelanjutan dari reformasi
perpajakan jilid I yang telah selesai pada tahun 2008. Fokus utama program reformasi
perpajakan jilid II adalah peningkatan manajemen sumber daya manusia serta peningkatan
teknologi informasi dan komunikasi. Program reformasi perpajakan jilid II ini dikemas dalam
bentuk Project for Indonesian Tax Administration Reform (PINTAR). Di bidang PNBP,
kebijakan yang diambil lebih diarahkan untuk mengoptimalkan penerimaan dengan
menerapkan kebijakan antara lain: (1) peningkatan produksi/lifting migas, (2) peningkatan
kinerja BUMN, (3) penyempurnaan terhadap peraturan perundang-undangan;
(4) identifikasi potensi PNBP; dan (5) peningkatan pengawasan PNBP kementerian negara/
lembaga. Kesemuanya akan dibahas secara lebih rinci di Bab III.
Pendahuluan Bab I
Nota Keuangan dan APBN 2010 I-11
Bab IV Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 2010 menguraikan evaluasi perkembangan
pelaksanaan anggaran belanja Pemerintah pusat 2005–2009 serta masalah dan tantangan pokok
pembangunan tahun 2010, alokasi anggaran belanja Pemerintah pusat berdasarkan prioritas,
serta alokasi anggaran Pemerintah menurut UU Nomor 17 tahun 2003. Di dalam bab ini diuraikan
5 (lima) prioritas pembangunan nasional. Bab ini juga menguraikan bagaimana tema
“Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat”
diterjemahkan ke dalam alokasi belanja Pemerintah pusat berdasarkan prioritas dan menurut
organisasi. Dalam konteks ini, kebijakan di bidang belanja negara diupayakan untuk memberikan
stimulasi terhadap perekonomian dan mendukung pencapaian target agenda pembangunan
nasional melalui program-program yang lebih berpihak pada pertumbuhan ekonomi, penyerapan
tenaga kerja, dan pengurangan kemiskinan.
Bab V Kebijakan Desentralisasi Fiskal, membahas mengenai perkembangan pelaksanaan
desentralisasi fiskal di Indonesia, permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan
desentralisasi fiskal di Indonesia, pelaksanaannya ke depan, serta kebijakan alokasi anggaran
transfer ke daerah. Di dalam bab ini dibahas bagaimana kebijakan alokasi transfer ke daerah
dalam tahun 2010 tetap diarahkan untuk mendukung kegiatan prioritas nasional, dengan tetap
menjaga konsistensi dan keberlanjutan pelaksanaan desentralisasi fiskal guna menunjang
pelaksanaan otonomi daerah. Kebijakan transfer ke daerah pada tahun 2010 akan lebih
dipertajam untuk: (1) mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah (vertical fiscal
imbalance), dan antardaerah (horizontal fiscal imbalance); (2) meningkatkan kualitas pelayanan
publik di daerah dan mengurangi kesenjangannya antardaerah; (3) meningkatkan efisiensi
pemanfaatan sumber daya nasional; (4) tata kelola, transparan, tepat waktu, efisien dan adil;
serta (5) mendukung kesinambungan fiskal dalam kebijakan ekonomi makro. Di samping itu,
untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, kepada daerah diberikan
kewenangan memungut pajak (taxing power). Kesemuanya akan dibahas secara lebih rinci di
Bab V.
Bab VI Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang dan Risiko Fiskal. Di dalam
bab ini diuraikan bagaimana pembiayaan defisit anggaran, yang mencakup sumber pembiayaan
nonutang dan utang. Struktur pembiayaan anggaran yang bersumber dari nonutang pada tahun
2010 direncanakan melalui perbankan dalam negeri, yang berasal dari setoran Rekening Dana
Investasi (RDI), Rekening Pembangunan Hutan (RPH), dan Saldo Anggaran Lebih (SAL).
Struktur pembiayaan yang berasal dari utang pada tahun 2010 direncanakan melalui:
pembiayaan utang dalam negeri dan pembiayaan utang luar negeri. Komponen utang dalam
negeri berupa penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto di pasar domestik, baik surat
berharga konvensional maupun surat berharga berbasis syariah (SBSN). Di pasar internasional,
penerbitan SBN direncanakan berasal dari penerbitan Obligasi Negara valas dan SBSN valas. Di
dalam bab ini juga disinggung isu, tantangan dan dinamika kebijakan pengelolaan utang. Selain
itu, di dalam Nota Keuangan dan APBN 2010 kembali lagi dibahas mengenai risiko fiskal.
Pemaparan risiko fiskal dalam Nota Keuangan ini diperlukan terutama dalam rangka
kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) dan juga untuk keterbukaan (transparency).
Penjelasan risiko fiskal akan memuat beberapa hal yang berpotensi menimbulkan risiko fiskal,
seperti: sensitivitas asumsi ekonomi makro, peran sektor minyak dan gas bumi terhadap anggaran,
risiko utang Pemerintah, proyek kerjasama pembangunan infrastruktur, Badan Usaha Milik
Negara, sensitivitas perubahan harga minyak, nilai tukar dan suku bunga terhadap risiko fiskal
BUMN, dan juga kewajiban kontinjensi Pemerintah pusat dalam proyek infrastruktur, serta
dampak fiskal pemekaran daerah.
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Bab II
Nota Keuangan dan APBN Tahun 2010 II-1
BAB II
PERKEMBANGAN EKONOMI DAN POKOK-POKOK
KEBIJAKAN FISKAL APBN 2010
2.1 Pendahuluan
Perkembangan perekonomian global yang cepat dan dinamis sangat mempengaruhi kondisi
perekonomian nasional. Fluktuasi harga komoditi utama dan krisis keuangan yang memicu
krisis ekonomi global telah memberikan tekanan pada perekonomian nasional sehingga
mengganggu pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang direncanakan.
Meskipun pertumbuhan ekonomi secara rata-rata selama periode 2005—2008 mencapai
5,9 persen, pencapaian tersebut dilalui dalam kondisi yang cukup berat. Lonjakan harga
minyak mentah di pasar internasional telah memaksa Pemerintah untuk menaikkan harga
bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi beberapa kali sehingga meningkatkan laju inflasi.
Dengan tingginya inflasi, fundamental ekonomi tereduksi karena tidak saja membuat biaya
produksi menjadi lebih mahal tetapi juga melemahkan daya beli masyarakat. Padahal, daya
beli masyarakat merupakan faktor dominan dalam menopang perekonomian nasional selama
ini. Dalam beberapa tahun ke depan, pengaruh eksternal tersebut masih akan mewarnai
perjalanan pembangunan ekonomi Indonesia.
Pada tahun 2009, penurunan ekonomi global secara signifikan menyebabkan volume
perdagangan dunia mengalami kontraksi. Setelah mengalami ekspansi rata-rata 8,1 persen
selama lima tahun terakhir, pada tahun 2008 pertumbuhan volume perdagangan dunia
menurun tajam menjadi 4,1 persen. Indikasi merosotnya volume perdagangan dunia ini
antara lain tercermin dari penurunan tajam pada Baltic Dry Index yang merupakan
barometer volume perdagangan dunia. Bagi Indonesia dampak negatif yang langsung
dirasakan adalah penurunan atau perlambatan pertumbuhan perdagangan dan investasi.
Namun dengan fundamental ekonomi yang kuat, kinerja perekonomian nasional tidak
sampai mengalami pertumbuhan negatif yang dialami sebagian besar negara di dunia.
Transmisi dampak krisis ekonomi global ke perekonomian Indonesia masuk melalui dua
jalur, yakni jalur finansial (financial channel) dan jalur perdagangan (trade channel). Dampak
krisis melalui jalur finansial dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Dampak
secara langsung terjadi apabila suatu bank atau institusi keuangan di Indonesia membeli
aset-aset yang bermasalah (toxic assets) dari perusahaan penerbit yang mengalami kesulitan
likuiditas di luar negeri. Dampak lainnya adalah terjadinya penarikan dana dari Indonesia
oleh investor asing yang mengalami kesulitan likuiditas (deleveraging). Selain itu, juga bisa
terjadi melalui aksi pemindahan portofolio investasi berisiko tinggi ke risiko lebih rendah
(flight to quality). Sementara dampak tidak langsung jalur finansial terjadi melalui munculnya
hambatan-hambatan terhadap ketersediaan pembiayaan ekonomi. Dampak melalui jalur
perdagangan muncul melalui melemahnya kinerja ekspor impor yang pada gilirannya
berpengaruh pada sektor riil dan berpotensi memunculkan risiko kredit bagi perbankan. Hal
tersebut juga berpotensi memberikan tekanan pada neraca pembayaran Indonesia (NPI).
Bab II
II-2 Nota Keuangan dan APBN Tahun 2010
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal
Ketahanan fundamental ekonomi Indonesia mulai menghadapi ujian sejak pertengahan
tahun 2007. Di tengah derasnya arus krisis ekonomi global saat itu, ekonomi Indonesia
masih mampu untuk melaju dan tumbuh 6,3 persen. Kemudian, pada tahun 2008 ekonomi
Indonesia juga masih berekspansi pada tingkat 6,1 persen. Terjaganya stabilitas ekonomi
makro dan kepercayaan pasar menjadi faktor kunci keberhasilan Pemerintah dalam
mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi pada level yang cukup tinggi.
Dalam tahun 2009 tekanan terhadap perekonomian domestik sebagai dampak krisis global
diperkirakan memasuki puncaknya. Pada triwulan II, ekspor dan impor dalam PDB
mengalami kontraksi yaitu masing-masing sebesar 8,2 persen dan 18,3 persen. Investasi
juga tumbuh melambat sebesar 4,0 persen, jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 12,2 persen. Hal yang cukup membantu
di dalam menopang perekonomian nasional adalah belanja Pemerintah dan konsumsi
masyarakat. Laju pertumbuhan tertinggi dialami oleh konsumsi Pemerintah sebesar 10,2
persen. Sementara itu, konsumsi masyarakat mampu tumbuh 4,7 persen, lebih rendah
dibanding periode yang sama pada tahun 2008 sebesar 5,7 persen. Secara agregat
pertumbuhan komponen PDB tersebut telah mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 4,2
persen. Dengan memperhatikan realisasi pada triwulan I tahun 2009, pertumbuhan PDB
hingga akhir tahun 2009 diperkirakan mencapai 4,3 persen.
Dalam rangka mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang positif, stabilitas ekonomi
harus tetap dijaga. Oleh karena itu, perlu adanya pengendalian inflasi dan nilai tukar untuk
menciptakan kondisi yang kondusif. Perkembangan laju inflasi tahunan pada bulan
September 2009 sebesar 2,83 persen (yoy), sedangkan laju inflasi tahun kalender dari Januari
hingga September 2009 mencapai 2,28 persen (ytd). Dengan memperhatikan perkembangan
inflasi sampai dengan bulan September dan membaiknya ekspektasi inflasi pada bulan-bulan
selanjutnya, inflasi akhir tahun 2009 diperkirakan mencapai 4,5 persen. Adapun nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang periode Januari–September 2009
menunjukkan kecenderungan menguat. Penguatan tersebut didorong oleh kembali
meningkatnya arus modal masuk antara lain dari pasar saham dan obligasi. Rata-rata nilai
tukar rupiah terhadap dolar AS pada periode tersebut mencapai Rp10.720 per dolar AS.
Penguatan tersebut diperkirakan terus berlanjut sehingga rata-rata selama tahun 2009
diharapkan dapat mencapai Rp10.500 per dolar AS.
Rendahnya laju inflasi dan terjaganya pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan
menjadi faktor penguat pulihnya kondisi ekonomi nasional. Kondisi ini turut memberi ruang
untuk penurunan suku bunga. Selama tujuh bulan pertama tahun 2009, Bank Indonesia
telah beberapa kali menurunkan BI Rate hingga berada di level 6,50 persen pada awal
September 2009. Sejalan dengan itu, SBI 3 bulan juga mengalami penurunan dari 10,6 persen
pada bulan Januari 2009 menjadi 6,63 persen pada awal bulan September 2009. Secara
rata-rata SBI 3 bulan dalam sembilan bulan pertama mencapai 7,93 persen atau sedikit
lebih rendah bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2008 sebesar 8,7
persen. Kebijakan penurunan suku bunga ini menjadi sinyal bagi perbankan untuk
meningkatkan peran intermediasinya ke sektor riil dengan menurunkan suku bunga kredit.
Hingga akhir tahun 2009, rata-rata SBI 3 bulan diperkirakan mencapai 7,5 persen.
Semakin kondusifnya stabilitas ekonomi nasional juga dapat terlihat dalam kinerja pasar
modal. Setelah pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan
tajam dalam periode Januari—Oktober 2008 yang mendekati level 1100, perkembangannya
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Bab II
Nota Keuangan dan APBN Tahun 2010 II-3
mulai menunjukkan tren perbaikan hingga saat ini. Pada akhir September 2009, IHSG telah
menunjukkan penguatan lebih dari 82 persen dan nilai kapitalisasinya meningkat 80 persen
dibandingkan dengan posisi pada akhir tahun 2008. Sejak 15 September 2009, indeks telah
mampu menembus level 2400 tepatnya di posisi 2418,0 pada tanggal 24 September. Ini
merupakan posisi terbaik sejak pertengahan September 2008 saat awal krisis keuangan
global terjadi. Realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III tahun 2009
yang mencapai 4,2 persen telah mendorong investor untuk kembali berinvestasi di
Indonesia. Kondisi makro ekonomi Indonesia yang relatif stabil mendorong beberapa lembaga
sekuritas dunia menaikkan rating bursa Indonesia ke level di atas rata-rata sehingga
menggairahkan pasar modal domestik. Ke depan, inflasi rendah yang memicu penurunan
BI rate dan ekspektasi meredanya tekanan akibat krisis global diharapkan dapat membantu
IHSG untuk terus bergerak positif dan mencapai posisi yang lebih tinggi di akhir tahun 2009.
Pada awal tahun 2009 terjadi pembalikan tren penurunan harga minyak dunia, termasuk
harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude-oil Price/ICP). Jika pada Desember
2008 harga ICP sebesar US$38,5 per barel, maka pada Januari 2009 harganya meningkat
menjadi US$41,9 per barel. Peningkatan tersebut terus berlanjut dan pada bulan September
2009 rata-rata harga ICP mencapai US$67,1 per barel. Dengan kondisi tersebut realisasi
harga rata-rata ICP dalam periode Januari–September 2009 mencapai US$57,1 per barel.
Sepanjang sisa tahun 2009 harga ICP diperkirakan semakin meningkat sejalan dengan indikasi
melambatnya perekonomian global sehingga rata-rata pada tahun 2009 mencapai US$61
per barel.
Pada tahun 2010, ekonomi global diperkirakan mulai memasuki fase pemulihan sebagaimana
diperkirakan banyak lembaga internasional. Dana Moneter Internasional (International
Monetary Fund/IMF) melalui publikasi World Economic Outlook (WEO) bulan Oktober
2009 memperkirakan laju PDB dunia pada 2010 akan berada pada level 3,1 persen. Hal ini
tentu menjadi momentum positif bagi Pemerintah untuk melaksanakan akselerasi kegiatan
ekonomi sejalan dengan pemulihan ekonomi dunia. Selain itu, paket stimulus fiskal 2009
juga diharapkan mampu menambah daya dorong terhadap aktivitas ekonomi domestik di
tahun 2010.
Pelaksanaan Pemilu 2009 secara aman dan tertib mampu memberikan sentimen positif
bagi pasar dan investor. Hal ini akan meningkatkan kegairahan investasi di Indonesia, baik
melalui jalur investasi di sektor finansial maupun sektor riil. Pada akhirnya peningkatan
investasi yang signifikan akan memberikan dorongan bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi
di tahun 2010.
Selain itu, hasil nyata dari pengucuran paket stimulus fiskal sebesar Rp73,3 triliun pada
tahun 2009 juga diharapkan mampu meningkatkan ketersediaan infrastruktur dan
kemampuan produksi nasional sehingga dapat menopang pencapaian pertumbuhan ekonomi
di tahun 2010 yang diperkirakan mencapai 5,5 persen.
Meskipun sinyal pemulihan ekonomi global akan mulai jelas terlihat pada tahun 2010, bukan
berarti pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional pada tahun 2010 bebas dari berbagai
tantangan. Tantangan pelaksanaan pembangunan ekonomi tahun 2010 akan cukup berat,
baik yang berasal dari sisi global maupun domestik.
Dari sisi global, salah satu tantangan yang mungkin muncul pada tahun 2010 berasal dari
program stimulus ekonomi dalam rangka pemulihan ekonomi dunia. Kebutuhan dana yang
Bab II
II-4 Nota Keuangan dan APBN Tahun 2010
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal
besar untuk kebijakan stimulus ekonomi menyebabkan meningkatnya defisit anggaran yang
umumnya dibiayai melalui instrumen utang seperti penerbitan surat utang dan obligasi
Pemerintah. Akibatnya, pada suatu saat tertentu diperkirakan akan terjadi kebutuhan sumber
pembiayaan yang cukup tinggi. Hal tersebut dapat menciptakan persaingan dalam
memperoleh sumber pendanaan di pasar global. Berbagai negara akan berlomba menawarkan
suku bunga yang lebih tinggi guna menarik investor. Kondisi demikian selain menimbulkan
persaingan yang tidak sehat antar negara juga berpotensi semakin menyulitkan sektor swasta
atau dunia usaha dalam memperoleh pembiayaan dari publik (crowding-out effect). Selain
itu, faktor ketidakefektifan program stimulus ekonomi di berbagai negara juga dapat
mengganggu proses pemulihan ekonomi dunia.
Dari sisi domestik, salah satu tantangan terberat diperkirakan berasal dari masih tingginya
tingkat pengangguran dan angka kemiskinan. Sampai dengan awal tahun 2009, tingkat
pengangguran terbuka mencapai 8,14 persen (Februari 2009) dan angka kemiskinan 14,15
persen (Juli 2009) atau sedikit lebih tinggi dari target 2009. Selain itu, perlu diwaspadai
kemungkinan terjadinya peningkatan angka pengangguran yang berasal dari aksi rasionalisasi
atau PHK massal yang terjadi pada industri manufaktur khususnya yang berorientasi ekspor.
Rasionalisasi dan PHK massal ini menjadi salah satu pilihan bagi industri manufaktur dalam
rangka efisiensi di tengah melambatnya permintaan global dan menurunnya aktivitas
produksi dewasa ini.
Selain pengangguran dan kemiskinan, tantangan pembangunan di tahun 2010 juga
diperkirakan berasal dari kondisi infrastruktur yang masih belum memadai, baik infrastruktur
dasar seperti sekolah, rumah sakit, jalan, dan jembatan maupun infrastruktur penunjang
seperti jalan kereta api (rel), pelabuhan udara, dermaga, dan lain sebagainya.
Dalam rangka mengantisipasi dan mengurangi dampak negatif yang mungkin muncul dari
berbagai potensi tantangan di tahun 2010, Pemerintah telah menyiapkan sejumlah paket
kebijakan. Salah satu diantaranya adalah pengucuran stimulus fiskal di tahun 2009. Paket
stimulus fiskal 2009 dikucurkan dengan tiga tujuan utama, yakni: (1) untuk mempertahankan
dan meningkatkan daya beli masyarakat (purchasing powers) agar laju pertumbuhan
konsumsi rumah tangga pada tahun 2009 tetap terjaga di atas 5,0 persen; (2) untuk
meningkatkan daya tahan dan daya saing dunia usaha dari gejolak ekonomi global yang
pada gilirannya mampu mencegah PHK massal; dan (3) untuk memperluas kesempatan
kerja sekaligus menyerap dampak PHK massal melalui kebijakan peningkatan pembangunan
infrastruktur yang padat karya.
Dalam perspektif global, Pemerintah juga telah melakukan kerjasama dan menjalin komitmen
dalam wadah G-20 guna melakukan reformasi sistem keuangan. Dalam rangka pelaksanaan
reformasi tersebut, negara-negara yang tergabung dalam G-20 telah menganggarkan dana
untuk biaya rekapitalisasi perbankan, restrukturisasi aset bermasalah, dan paket stimulus
ekonomi. Sedangkan dalam lingkup regional, Pemerintah melalui forum ASEAN+3 (Jepang,
China, dan Korea Selatan) telah sepakat untuk membentuk cadangan bersama (reserve
pooling) dalam rangka memberikan kemudahan akses likuiditas valas bagi anggota-anggota
ASEAN. Selain itu, ASEAN+3 juga sepakat untuk membentuk dana bersama (pooling funds)
dengan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) sebagai pengelolanya.
Tujuan kesepakatan tersebut adalah untuk memberikan jaminan bagi pendanaan obligasi
swasta sehingga diterima pasar (marketable) di kawasan ASEAN+3.
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Bab II
Nota Keuangan dan APBN Tahun 2010 II-5
Sebagai perwujudan dari pelaksanaan program pembangunan nasional di tahun 2010,
Pemerintah telah menetapkan rancangan awal rencana kerja Pemerintah (RKP) tahun 2010.
Dalam rancangan awal RKP tersebut, program pembangunan tahun 2010 diarahkan pada
tema besar “Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat”.
Selanjutnya, tema tersebut diterjemahkan ke dalam lima prioritas program pembangunan
nasional, sebagai berikut: (1) pemeliharaan kesejahteraan rakyat, serta penataan kelembagaan
dan pelaksanaan sistem perlindungan sosial; (2) peningkatan kualitas sumber daya manusia;
(3) pemantapan reformasi birokrasi dan hukum, demokrasi dan keamanan nasional;
(4) pemulihan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur dan
energi; serta (5) peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya alam dan kapasitas
penanganan perubahan iklim.
Dalam rangka menciptakan akselerasi terhadap pencapaian lima prioritas program
pembangunan di atas, Pemerintah pada tahun 2010 akan berupaya untuk menjaga dan
meningkatkan stabilitas ekonomi makro yang menjadi landasan dalam pelaksanaan
pembangunan nasional, dengan sasaran kuantitatif sebagai berikut: (1) pertumbuhan ekonomi
5,5 persen; (2) tingkat inflasi 5,0 persen; (3) tingkat suku bunga SBI 3 bulan 6,5 persen;
(4) nilai tukar Rp10.000 per dolar AS; (5) harga minyak US$65 per barel; dan (6) lifting
minyak mentah 0,965 juta barel per hari.
Kemudian, guna menopang terciptanya pertumbuhan ekonomi di tahun 2010 sebesar 5,5
persen tersebut, Pemerintah berupaya untuk meningkatkan pertumbuhan konsumsi
masyarakat dan konsumsi Pemerintah masing-masing sebesar 5,2 persen dan 8,0 persen.
Sementara, laju investasi akan diupayakan tumbuh sebesar 7,2 persen serta pertumbuhan
ekspor dan impor masing-masing sebesar 8,8 persen dan 11,0 persen.
Kebijakan fiskal dengan instrumen kuantitatifnya berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) merupakan salah satu piranti utama yang digunakan Pemerintah dalam
rangka mencapai berbagai target dan sasaran pembangunan nasional khususnya terkait
pembangunan di bidang ekonomi.
Pada tahun 2010, kebijakan fiskal diarahkan untuk pencapaian dua hal mendasar, yaitu:
(1) mendukung pemulihan perekonomian nasional dengan melanjutkan program stimulus
fiskal dan (2) mempertahankan rasio anggaran pendidikan minimal 20 persen. Dalam tataran
teknis, kebijakan fiskal untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional dijalankan melalui
pelaksanaan kebijakan berupa pemberian insentif perpajakan dan peningkatan stimulus
belanja negara yang ditujukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan pembangunan
infrastruktur padat karya. Selain itu, kebijakan fiskal pada tahun 2010 juga diarahkan untuk
meningkatkan pencapaian berbagai target dalam APBN, baik yang bersifat kualitatif maupun
kuantitatif.
Dari sisi pendapatan negara, pada tahun 2010 penerimaan pajak nonmigas menjadi andalan
untuk dapat ditingkatkan seiring dengan semakin membaiknya perekonomian. Guna
memenuhi target tersebut, salah satu langkah kebijakan yang akan ditempuh Pemerintah
adalah tetap melanjutkan program reformasi dan modernisasi dalam sektor perpajakan dan
kepabeanan. Sementara itu, dari sisi belanja negara, kebijakan belanja diarahkan sesuai
dengan lima prioritas program pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam RKP
tahun 2010.
Bab II
II-6 Nota Keuangan dan APBN Tahun 2010
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal
Dengan konfigurasi kebijakan fiskal seperti tersebut diatas, defisit anggaran pada tahun 2010
diperkirakan mencapai 1,6 persen terhadap PDB. Guna memenuhi kebutuhan pembiayaan
defisit ini, Pemerintah akan menggunakan instrumen utang berupa penerbitan surat berharga
negara (SBN) sebagai sumber pembiayaan terbesar. Selain itu, kebutuhan pembiayaan juga
akan dipenuhi dari sumber pinjaman luar negeri dan penarikan pinjaman siaga (stand-by
loans).
2.2 Perkembangan Ekonomi 2005-2009
2.2.1 Evaluasi dan Kinerja 2005-2008
2.2.1.1 Perekonomian Dunia dan Regional
Dalam era globalisasi saat ini keterkaitan ekonomi di satu negara dengan negara yang lain
semakin erat seiring dengan meningkatnya hubungan perdagangan dan arus modal lintas
negara. Perkembangan dan kondisi perekonomian global memiliki dampak yang semakin
signifikan terhadap kondisi perekonomian domestik. Demikian pula dengan kondisi
perekonomian Indonesia, yang tidak luput dari pengaruh perkembangan ekonomi kawasan
maupun global. Dengan menyadari hal tersebut, pemantauan dan pemahaman terhadap
perkembangan ekonomi global membawa implikasi penting bagi penyusunan strategi
pembangunan dalam negeri saat ini maupun ke depan.
Di tahun 2008, perkembangan perekonomian global telah dibayang-bayangi oleh ancaman
krisis ekonomi global yang bersumber dari krisis subprime mortgage dan gejolak finansial di
Amerika Serikat pada tahun 2007. Eratnya keterkaitan antar pasar keuangan dan ekonomi
antar negara telah mendorong terjadinya perluasan gejolak perekonomian Amerika Serikat
ke berbagai negara lainnya, terutama ke negara-negara maju. Perluasan dampak tersebut
antara lain terlihat pada jatuhnya indeks saham pasar modal di berbagai negara, mengetatnya
likuiditas di pasar global, serta merosotnya volume perdagangan dunia.
Besarnya tekanan ekonomi pada tahun 2008 yang terjadi di dunia tampak pada penurunan
laju pertumbuhan ekonomi baik di negara-negara industri maju maupun berkembang. Secara
umum laju pertumbuhan ekonomi di berbagai negara menunjukkan tren menurun dari
awal triwulan I hingga triwulan IV tahun 2008. Tekanan terberat di tahun tersebut pada
umumnya terjadi pada triwulan IV dimana banyak negara mengalami laju pertumbuhan
(yoy) negatif.
Dampak penurunan laju pertumbuhan ekonomi pada awalnya terjadi di negara-negara
maju dan kemudian meluas ke negara-negara berkembang. Hal ini antara lain dipengaruhi
oleh besarnya peran pasar negara-negara maju terhadap produk-produk ekspor negara
berkembang, serta arus modal dan investasi negara maju ke negara-negara berkembang.
Amerika Serikat yang merupakan negara tempat terjadinya krisis subprime mortgage, pada
triwulan I tahun 2008 mencatat laju pertumbuhan ekonomi (yoy) sebesar 2,54 persen. Pada
triwulan-triwulan berikutnya, laju pertumbuhan tersebut menurun hingga mencapai minus
0,85 persen pada triwulan IV tahun 2008. Hal yang serupa terjadi di negara-negara
maju di kawasan Eropa. Laju pertumbuhan ekonomi di Inggris, Jerman, dan Perancis, yang
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Bab II
Nota Keuangan dan APBN Tahun 2010 II-7
pada triwulan I tahun 2008 masing-masing sebesar 2,48 persen, 2,84 persen dan 0,4 persen
terus menurun di triwulan-triwulan selanjutnya hingga masing-masing mencapai minus
1,61 persen, minus 1,65 persen dan minus 1,50
persen pada triwulan IV tahun 2008. Bahkan
perekonomian Perancis telah mencatat laju
pertumbuhan negatif sejak triwulan II tahun
2008.
Hal serupa terjadi pada Jepang dan Korea
Selatan yang mengalami penurunan laju
pertumbuhan sepanjang tahun 2008 dan
mengalami pertumbuhan negatif di triwulan
IV tahun 2008. Bahkan perekonomian
Jepang telah mencatat laju pertumbuhan
negatif sejak triwulan III tahun 2008. Pada triwulan IV tahun 2008, Jepang dan Korea
Selatan masing-masing mengalami laju pertumbuhan sebesar minus 4,28 persen dan
minus 3,40 persen.
Penurunan laju pertumbuhan ekonomi juga dialami oleh negara-negara berkembang,
termasuk di kawasan Asia. China dan India, yang merupakan dua negara berkembang dengan
kinerja ekonomi paling baik di Asia juga mengalami penurunan pertumbuhan, walaupun
tidak mencapai laju pertumbuhan negatif di triwulan IV tahun 2008.
Di kawasan Asia Tenggara, penurunan laju pertumbuhan juga dialami oleh negara-negara
ASEAN dengan kecepatan yang berbeda. Di antara lima negara utama ASEAN, penurunan
pertumbuhan selama tahun 2008 terlihat jelas pada perekonomian Singapura, diikuti oleh
Thailand dan Malaysia. Pertumbuhan ekonomi Singapura yang pada triwulan I tahun 2008
mencapai 6,70 persen menurun hingga mendekati 0,04 persen pada triwulan III dan
kemudian mencapai minus 4,23 persen pada triwulan IV tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi
Thailand sebesar 6,0 persen pada triwulan I, melambat pada triwulan-triwulan berikutnya
hingga mencapai pertumbuhan minus 4,25 persen pada triwulan IV. Negara-negara ASEAN
lainnya, yaitu Malaysia, Philipina, dan Indonesia juga mengalami pola perlambatan yang
sama, walaupun tidak mencapai pertumbuhan negatif pada triwulan terakhir tahun 2008.
Pada triwulan IV tahun 2008, laju pertumbuhan ekonomi Malaysia mencapai 0,08 persen,
sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia dan Philipina masih lebih baik yaitu masingmasing
mencapai 5,18 persen dan 4,51 persen.
10.6%
9.1%
10.1%
8.1%
9.0%
7.7%
6.8%
4.5%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
Cina India
GRAFIK II.2
PERTUMBUHAN EKONOMI CINA DAN INDIA 2008
2008 Q1 2008 Q2 2008 Q3 2008 Q4
6.20%
7.40%
4.70%
6.70%
6.00%
6.42% 6.67%
4.43%
2.51%
5.28%
6.40%
4.72%
4.98%
0.04%
3.90%
5.18%
0.08%
4.51%
-4.23% -4.25%
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
Indonesia
Malaysia
Filipina
Singapura
Thailand
GRAFIK II.3
PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA ASEAN
2008 Q1 2008 Q2 2008 Q3 2008 Q4
2.54% 2.48% 2.84%
0.40%
1.45%
5.46%
2.05%
1.59%
1.96%
-0.40%
0.66%
4.35%
0.75% 0.52% 0.81%
-0.20%
-0.23%
3.11%
-0.85%
-1.61% -1.65% -1.50%
-4.28%
-3.40%
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
GRAFIK II.1
PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA MAJU 2008
2008 Q1 2008 Q2 2008 Q3 2008 Q4
Sumber:WEO
Bab II
II-8 Nota Keuangan dan APBN Tahun 2010
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal
Dari pola yang ada, secara umum dapat diduga bahwa penurunan pertumbuhan ekonomi
terutama terjadi pada negara-negara dengan peran ekspor cukup besar dalam perekonomian
nasionalnya. Negara-negara dengan karakteristik tersebut mengalami pukulan terberat akibat
penurunan kinerja ekspor yang disebabkan oleh melemahnya permintaan (demand) dari
negara-negara maju.
Walaupun telah terjadi pertumbuhan ekonomi negatif di berbagai negara pada triwulan IV,
secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi global masih cukup baik di mana belum terjadi
pertumbuhan negatif di sepanjang tahun 2008. Di antara negara-negara maju, penurunan
laju pertumbuhan terbesar di alami oleh Inggris, Jepang dan Perancis dimana laju
pertumbuhan ekonomi mereka mengalami penyusutan hampir sepertiga dari pertumbuhan
tahun 2007. Sementara untuk kawasan Asia Tenggara, penurunan laju pertumbuhan
ekonomi terbesar dialami oleh Singapura dan diikuti oleh Philipina.
Berdasarkan laporan Dana Moneter Internasional laju pertumbuhan ekonomi global tahun
2008 mencapai 3,1 persen, atau turun 2,0 persen dibanding dengan tahun sebelumnya (lihat
Tabel II.1). Penurunan tersebut dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi di
negara maju maupun berkembang. Pertumbuhan negara maju menurun dari 2,6 persen di
tahun 2007 menjadi 0,8 persen di tahun 2008, sementara laju pertumbuhan ekonomi di
negara-negara berkembang menurun dari 8,3 persen menjadi 6,0 persen.
Perlambatan laju pertumbuhan ekonomi global telah membawa implikasi menurunnya
aktivitas perdagangan di pasar internasional. Perlambatan ekonomi yang terjadi telah
menyebabkan menurunnya permintaan (demand) di pasar dunia, terutama oleh negaranegara
maju. Penurunan permintaan inilah yang menjadi salah satu faktor utama meluasnya
rata rata
2000-2004
2005 2006 2007 2008
Amerika Serikat 2,4 2,9 2,8 2,0 1,1
Inggris 2,8 2,1 2,8 3,0 0,7
Jerman 1,1 0,8 3 2,5 1,3
Perancis 2,1 1,9 2,2 2,2 0,3
Jepang 1,5 1,9 2,4 2,1 -0,7
Korea Sel. 5,4 4,2 5,1 5 4,1
China 9,2 10,4 11,6 11,9 9
India 5,8 9,1 9,8 9,3 7,3
Malaysia 5,4 5,3 5,8 6,3 5,8
Philpilina 4,7 5 5,4 7,2 4,4
Singapura 4,9 7,3 8,2 7,7 3,6
Thailand 5,1 4,5 5,1 4,8 4,7
Indonesia 4,7 5,7 5,5 6,3 6,1
Negara Maju 2,4 2,6 3,0 2,6 0,8
Negara Berkembang 5,6 7,1 7,9 8,0 6,0
Dunia 3,7 4,5 5,1 5,0 3,1
sumber WEO, IMF Juli 2009
TABEL II.1
TAHUN 2005-2008 (YOY)
PERTUMBUHAN EKONOMI BERBAGAI NEGARA
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Bab II
Nota Keuangan dan APBN Tahun 2010 II-9
gejolak ekonomi di negara-negara maju ke negaranegara
berkembang, terutama negara-negara
dengan ketergantungan yang relatif besar terhadap
kegiatan ekspor.
Di tahun 2008, laju pertumbuhan volume
perdagangan dunia (barang dan jasa) mencapai 2,9
persen, jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan
tahun 2007 sebesar 7,2 persen. Pertumbuhan
tersebut merupakan yang terendah sejak tahun 2002.
2.2.1.2 Perekonomian Nasional
Tekanan eksternal sebagai dampak dari terjadinya krisis global telah mengakibatkan
perlambatan pada pertumbuhan perekonomian Indonesia tahun 2008. Setelah mengalami
pertumbuhan yang cukup tinggi sebesar 6,3 persen pada tahun 2007, perekonomian Indonesia
melambat menjadi 6,1 persen pada tahun 2008. Dari sisi penggunaan, konsumsi rumah
tangga menjadi sumber utama pertumbuhan diikuti oleh ekspor dan investasi. Sedangkan
dari sisi sektoral pertumbuhan tersebut
didominasi oleh pertumbuhan sektor
pengangkutan dan komunikasi, sektor listrik,
gas, dan air bersih, serta sektor keuangan.
Konsumsi rumah tangga yang mempunyai
peran sekitar 60 persen dalam pembentukan
PDB tumbuh sebesar 5,3 persen, meningkat
dibandingkan tahun 2007 yang tumbuh
sebesar 5,0 persen. Pertumbuhan konsumsi
rumah tangga disumbangkan oleh konsumsi
makanan sebesar 4,3 persen dan konsumsi bukan makanan sebesar 6,2 persen. Kebijakan
Pemerintah meningkatkan belanja sosial dan pemberian kompensasi kenaikan harga BBM
dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT) mengurangi penurunan daya beli masyarakat.
Penguatan konsumsi rumah tangga ditunjukkan oleh peningkatan indikator-indikator
konsumsi, antara lain penerimaan PPN, penjualan mobil-motor, konsumsi listrik, dan kredit
konsumsi. PPN dalam negeri dan PPN impor dalam tahun 2008 masing-masing tumbuh
sebesar 14,2 persen dan 44,7 persen. Sementara
itu, pertumbuhan penjualan motor dan mobil
masing-masing mencapai 32,6 persen dan 39,3
persen.
Langganan:
Postingan (Atom)